RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penetapan insentif sebagai penghargaan yang terutang pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. Perlu dipahami, wajib pajak bergerak dalam bidang industri crude palm oil (CPO) yang berdomisili di Provinsi Riau.
Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak memiliki pabrik dengan kapasitas pengolahan 60 ton tandan buah segar (TBS) sawit per jam. Wajib pajak memenuhi kebutuhan TBS sawit tersebut dari kebun sendiri dan membeli langsung dari koperasi unit desa (KUD) yang merupakan peserta kredit koperasi primer kepada anggota (KKPA).
Otoritas pajak menilai insentif yang diberikan wajib pajak kepada KUD peserta KKPA termasuk penghargaan yang menjadi objek PPh Pasal 23. Sebab, dalam memperoleh insentif tersebut, terdapat usaha atau jasa yang dilakukan KUD peserta KKPA untuk memenuhi kebutuhan wajib pajak. Selanjutnya, wajib pajak memberikan penghargaan berupa nilai tambah harga pembelian TBS atas usaha atau jasa yang dilakukan KUD peserta KKPA.
Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Pemberian insentif kepada KUD peserta KKPA tidak dapat dikategorikan sebagai penghargaan yang dipungut PPh Pasal 23. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas dinilai tidak dapat dipertahankan.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat KUD peserta KKPA sudah memenuhi kriteria mutu atau kualitas TBS sawit yang ditetapkan sehingga berhak atas tambahan harga pembelian sebesar 4% dari harga awal pembelian TBS sawit. Selain itu, insentif yang diberikan tersebut bukan merupakan bentuk penghargaan yang menjadi objek PPh Pasal 23.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan koreksi atas dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 terkait pemberian insentif kepada KUD atau petani plasma peserta KKPA tidak dapat dipertahankan.
Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 59802/PP/MXB/12/2015 tanggal 25 Februari 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 10 Juni 2015.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP atas pemberian insentif kepada KUD peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurut Pemohon PK, insentif yang diberikan Termohon PK kepada KUD peserta KKPA termasuk penghargaan yang menjadi objek PPh Pasal 23.
Hal tersebut dikarenakan dalam memperoleh insentif, terdapat usaha atau jasa yang dilakukan KUD peserta KKPA untuk memenuhi kepentingan Termohon PK. Selanjutnya, Termohon PK memberikan penghargaan berupa nilai tambah harga pembelian TBS.
Adapun usaha atau jasa yang dilakukan KUD peserta KKPA ialah pemenuhan kualitas dan kuantitas TBS sawit sesuai keinginan Termohon PK. Penghargaan yang diberikan dalam bentuk insentif tersebut belum dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK. Pemohon menilai pemberian insentif harus dihitung secara terpisah dari penentuan harga beli TBS sawit.
Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Pemberian insentif kepada KUD peserta KKPA tidak dapat dikategorikan sebagai penghargaan yang dipungut PPh Pasal 23. Pemberian insentif dan penentuan kriteria TBS merupakan amanat dari peraturan yang harus dijalankan dan tidak dapat diartikan sebagai suatu kegiata usaha atau jasa.
Ketentuan terkait insentif dan kriteria tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 395/Kpts/OT.140/11/2005 dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 22 Tahun 2006. Ketentuan tersebut menyebutkan apabila petani atau suatu pihak dapat memenuhi kualitas TBS sawit yang ditentukan maka perusahaan berkewajiban memberikan insentif. Adapun insentif yang dimaksud ialah tambahan harga pembelian sebesar 4% dari harga pembelian TBS sawit yang diterima para KUD peserta KKPA.
Sebagai tambahan informasi, tujuan dibuatnya kebijakan tersebut untuk memberikan perlindungan kepada petani agar memperoleh harga wajar atas pembelian sawit dan menghindari persaingan tidak sehat di antara pabrik kelapa sawit.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi DPP atas pemberian insentif kepada beberapa KUD peserta KKPA senilai Rp8.089.235.374 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang disampaikan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, pemberian insentif oleh Termohon PK kepada KUD peserta KKPA tidak termasuk definisi penghargaan yang terutang PPh Pasal 23. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, pendapat Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.