RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Penetapan Insentif Sebagai Penghargaan Terutang PPh Pasal 23

Hamida Amri Safarina | Rabu, 19 Agustus 2020 | 16:55 WIB
Sengketa Penetapan Insentif Sebagai Penghargaan Terutang PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai penetapan insentif sebagai penghargaan yang terutang pajak penghasilan (PPh) Pasal 23. Perlu dipahami, wajib pajak bergerak dalam bidang industri crude palm oil (CPO) yang berdomisili di Provinsi Riau.

Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak memiliki pabrik dengan kapasitas pengolahan 60 ton tandan buah segar (TBS) sawit per jam. Wajib pajak memenuhi kebutuhan TBS sawit tersebut dari kebun sendiri dan membeli langsung dari koperasi unit desa (KUD) yang merupakan peserta kredit koperasi primer kepada anggota (KKPA).

Otoritas pajak menilai insentif yang diberikan wajib pajak kepada KUD peserta KKPA termasuk penghargaan yang menjadi objek PPh Pasal 23. Sebab, dalam memperoleh insentif tersebut, terdapat usaha atau jasa yang dilakukan KUD peserta KKPA untuk memenuhi kebutuhan wajib pajak. Selanjutnya, wajib pajak memberikan penghargaan berupa nilai tambah harga pembelian TBS atas usaha atau jasa yang dilakukan KUD peserta KKPA.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Pemberian insentif kepada KUD peserta KKPA tidak dapat dikategorikan sebagai penghargaan yang dipungut PPh Pasal 23. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas dinilai tidak dapat dipertahankan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat KUD peserta KKPA sudah memenuhi kriteria mutu atau kualitas TBS sawit yang ditetapkan sehingga berhak atas tambahan harga pembelian sebesar 4% dari harga awal pembelian TBS sawit. Selain itu, insentif yang diberikan tersebut bukan merupakan bentuk penghargaan yang menjadi objek PPh Pasal 23.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan koreksi atas dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 23 terkait pemberian insentif kepada KUD atau petani plasma peserta KKPA tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 59802/PP/MXB/12/2015 tanggal 25 Februari 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 10 Juni 2015.

Baca Juga:
Diperpanjang hingga 2030, Lahan Pertanian di Negara Ini Bebas Pajak

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi DPP atas pemberian insentif kepada KUD peserta KKPA sebesar Rp8.089.235.374 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Menurut Pemohon PK, insentif yang diberikan Termohon PK kepada KUD peserta KKPA termasuk penghargaan yang menjadi objek PPh Pasal 23.

Hal tersebut dikarenakan dalam memperoleh insentif, terdapat usaha atau jasa yang dilakukan KUD peserta KKPA untuk memenuhi kepentingan Termohon PK. Selanjutnya, Termohon PK memberikan penghargaan berupa nilai tambah harga pembelian TBS.

Baca Juga:
Negara Ini Bebaskan Pajak untuk Pengusaha Beromzet hingga Rp1 Miliar

Adapun usaha atau jasa yang dilakukan KUD peserta KKPA ialah pemenuhan kualitas dan kuantitas TBS sawit sesuai keinginan Termohon PK. Penghargaan yang diberikan dalam bentuk insentif tersebut belum dilaporkan dalam SPT oleh Termohon PK. Pemohon menilai pemberian insentif harus dihitung secara terpisah dari penentuan harga beli TBS sawit.

Termohon PK menyatakan tidak setuju atas koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Pemberian insentif kepada KUD peserta KKPA tidak dapat dikategorikan sebagai penghargaan yang dipungut PPh Pasal 23. Pemberian insentif dan penentuan kriteria TBS merupakan amanat dari peraturan yang harus dijalankan dan tidak dapat diartikan sebagai suatu kegiata usaha atau jasa.

Ketentuan terkait insentif dan kriteria tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 395/Kpts/OT.140/11/2005 dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 22 Tahun 2006. Ketentuan tersebut menyebutkan apabila petani atau suatu pihak dapat memenuhi kualitas TBS sawit yang ditentukan maka perusahaan berkewajiban memberikan insentif. Adapun insentif yang dimaksud ialah tambahan harga pembelian sebesar 4% dari harga pembelian TBS sawit yang diterima para KUD peserta KKPA.

Baca Juga:
DJP Klaim Insentif Pajak 2025 Sudah Akomodir Rumah Tangga dan UMKM

Sebagai tambahan informasi, tujuan dibuatnya kebijakan tersebut untuk memberikan perlindungan kepada petani agar memperoleh harga wajar atas pembelian sawit dan menghindari persaingan tidak sehat di antara pabrik kelapa sawit.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP atas pemberian insentif kepada beberapa KUD peserta KKPA senilai Rp8.089.235.374 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang disampaikan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

Kedua, dalam perkara a quo, pemberian insentif oleh Termohon PK kepada KUD peserta KKPA tidak termasuk definisi penghargaan yang terutang PPh Pasal 23. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, pendapat Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Senin, 23 Desember 2024 | 17:30 WIB KABUPATEN SIDOARJO

Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bagaimana Cara Peroleh Diskon 50 Persen Listrik Januari-Februari 2025?

Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan