RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Pemenuhan Persyaratan Piutang Tak Tertagih

Hamida Amri Safarina | Minggu, 27 Desember 2020 | 16:00 WIB
Sengketa Pajak atas Pemenuhan Persyaratan Piutang Tak Tertagih

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pemenuhan persyaratan piutang tak tertagih yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

Otoritas pajak menilai wajib pajak tidak memenuhi syarat untuk memperoleh pengurang penghasilan atas piutang yang tidak tertagih. Dalam hal ini, wajib pajak tidak membebankan piutang tidak tertagih dalam laporan laba/rugi komersial dan tidak melakukan publikasi khusus atas piutang tidak tertagih tersebut.

Selain itu, wajib pajak juga tidak melakukan hapus tagih yang menjadi persyaratan tambahan. Olah karena itu, koreksi yang dilakukan wajib pajak sudah benar dan dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan dirinya sudah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan. Selain itu, dalam peraturan perpajakan yang berlaku tidak ada syarat tambahan bagi wajib pajak untuk melakukan hapus tagih terhadap piutang yang tidak dapat ditagih. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dibenarkan.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menyatakan menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi lama Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Kronologi
WAJIB pajak menyatakan keberatan atas penetapan otoritas pajak sehingga mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak sudah memenuhi syarat untuk memperoleh pengurangan penghasilan bruto atas piutang yang tidak tertagih sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-Undang No. 7 tahun 1983 s.t.d.d. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 (UU PPh). Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak tepat sehingga harus dibatalkan.

Atas permohonan banding itu, Majelis Hakim Pengadilan Pajak mengabulkan seluruh permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 61604/PP/M.IB/15/2015 tanggal 27 Mei 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 4 September 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi atas penghasilan neto tahun pajak 2010 sebesar Rp100.020.000.000 yang berasal dari biaya penghapusan piutang tak tertagih yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena Termohon PK tidak memenuhi syarat untuk memperoleh pengurangan penghasilan bruto atas piutang yang tidak dapat ditagih.

Pasal 6 ayat (1) huruf h UU PPh mengatur bahwa piutang yang tidak dapat ditagih dapat menjadi pengurang penghasilan bruto apabila memenuhi tiga persyaratan. Pertama, piutang yang tidak tertagih telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba/rugi komersial. Kedua, wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Pemohon PK.

Ketiga, perkara penagihannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara. Terhadap piutang yang tertagih tersebut juga harus dipublikasikan dalam penebitan umum atau khusus dan perlu adanya pengakuan dari debitur bahwa utang telah dihapuskan untuk jumlah tertentu.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Berdasarkan pemeriksaan, Termohon PK tidak membebankan piutang yang tidak tertagih dalam laporan laba/rugi komersial dan tidak melakukan publikasi khusus atas piutang tidak tertagih tersebut.

Selain ketiga syarat di atas, ada juga persyaratan tambahan yang harus dipenuhi Termohon PK. Termohon PK juga harus melakukan hapus buku dan hapus tagih atas piutang yang tidak dapat ditagih. Dalam hal ini, Termohon telah melakukan hapus buku, tetapi tidak melakukan hapus tagih. Dengan demikian, piutang yang tidak dapat ditagih tersebut tidak bisa menjadi pengurang penghasilan bruto Termohon PK.

Termohon PK tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Dalam perkara ini, Termohon PK telah melakukan upaya penagihan dengan maksimal kepada debitur atas kredit macet. Termohon PK telah berkomunikasi secara intensif dan efektif dengan debitur, baik secara lisan maupun tulisan.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Kendati demikian, debitur tetap tidak membayarkan utangnya. Oleh karena itu, terhadap piutang yang tidak dapat ditagih tersebut dapat menjadi pengurang penghasilan bruto Termohon PK.

Termohon PK juga telah memenuhi seluruh persyaratan piutang tidak dapat ditagih tersebut. Dalam konteks pemenuhan persyaratan, Termohon PK melakukan pembebanan piutang yang tidak dapat ditagih dalam laporan laba rugi komersial.

Termohon PK juga telah menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Pemohon PK. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat lampiran SPT PPh Badan tahun pajak 2010. Selain itu, publikasi atas piutang yang tidak dapat ditagih dalam penerbitan khusus juga sudah dilakukan Termohon.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Lebih lanjut, dalam peraturan perpajakan yang berlaku tidak ada syarat untuk melakukan hapus tagih untuk mendapatkan pengurangan penghasilan bruto atas piutang yang tidak dapat ditagih. Bahkan, dalam peraturan perpajakan yang berlaku tidak ada istilah hapus buku atau hapus tagih. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding adalah sudah tepat dan benar. Terdapat dua hal yang menjadi pertimbangan Mahkamah Agung.

Pertama, koreksi atas penghasilan neto tahun pajak 2010 sebenar Rp100.020.000.000 yang berasal dari koreksi atas biaya penghapusan piutang tidak tertagih tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi Biaya Jasa Manajemen dan Kerugian Selisih Kurs

Kedua, Termohon PK telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pengurangan penghasilan bruto atas piutang yang tidak dapat ditagih. Menurut Mahkamah Agung, Termohon PK telah membebankan piutang yang tidak tertagih dalam laporan laba rugi komersial dan telah dipublikasikan dalam penerbitan edisi khusus. Dengan begitu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 14:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Yuridis Pengenaan PPN atas Jasa Kecantikan

Jumat, 27 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Maret 2024: Pemerintah Rilis Ketentuan Baru terkait Akuntansi Koperasi

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

BERITA PILIHAN
Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:30 WIB KILAS BALIK 2024

Mei 2024: Fitur e-Bupot Diperbarui, Insentif Perpajakan di IKN Dirilis

Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:00 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

DJP Sampaikan 491 Laporan Gratifikasi di 2023, Nilainya Rp691,8 Miliar

Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Kembangkan Aplikasi CEISALite, Hanya Aktif Jika Hal Ini Terjadi

Sabtu, 28 Desember 2024 | 07:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Login Aplikasi Coretax DJP

Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah