RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi PPN atas Pembelian Barang Modal

Abiyoga Sidhi Wiyanto | Jumat, 12 Januari 2024 | 15:37 WIB
Sengketa Koreksi PPN atas Pembelian Barang Modal

RESUME Putusan Peninjauan Kembali ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi PPN atas pembelian barang modal yang dapat dikreditkan.

Otoritas pajak berpendapat pajak masukan atas perolehan tanah kaveling itu tidak dapat dikreditkan karena transaksi tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha wajib pajak. Bukti transaksi yang ada tidak dapat membuktikan peruntukan tanah kaveling itu sebagai barang modal.

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan berhak untuk mengkreditkan pajak masukan atas pembelian tanah kaveling itu meski belum terdapat penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa. Menurut wajib pajak, pembelian tanah kaveling tersebut diperuntukkan sebagai barang modal dalam kegiatan usahanya.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk menolak banding yang diajukan wajib pajak. Kemudian, pada tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan Permohonan PK yang diajukan oleh wajib pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat atas pajak masukan atas pembelian tanah kaveling tidak dapat dikreditkan.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 61119/PP/M.XVIA/16/2015 tanggal 28 April 2015, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 12 Agustus 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah adanya koreksi pajak masukan yang dapat dikreditkan senilai Rp2.750.400.000 untuk tahun pajak 2008.

Pendapat Pihak Yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku wajib pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK tidak setuju dengan adanya koreksi PPN atas pajak masukan yang dilakukan oleh Termohon PK senilai Rp2.750.400.000.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Sebagai informasi, Pemohon PK telah berdiri pada 21 Februari 2008 dengan tujuan melakukan kegiatan usaha real estate yang dimiliki sendiri atau disewakan. Kemudian, Pemohon PK berencana untuk membangun mall atau show room yang nantinya akan dimiliki dan disewakan.

Untuk menjalankan rencana bisnisnya, Pemohon PK membeli tanah kaveling dan menerima jasa penilaian tanah. Pemohon PK menilai tanah kaveling tersebut termasuk sebagai barang modal. Atas hal tersebut, Pemohon PK melakukan pengkreditan pajak masukan atas pembelian tanah kaveling dan juga jasa penilaian tanah yang diterimanya.

Menurut Pemohon PK, pengkreditan pajak masukan itu dapat dilakukan karena penyerahan terjadi dalam rangka mendukung kegiatan usahanya. Hal itu diperkuat dengan terbitnya dokumen dari pemda setempat yang menyatakan di atas tanah kaveling yang dibeli tersebut akan dibangun mall.

Baca Juga:
Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Untuk membuktikan pembelian tanah kaveling berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya, Pemohon PK juga telah menyampaikan dokumen terkait seperti surat izin usaha perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan perseroan, dan surat pengukuhan pengusaha jasa kena pajak. Berdasarkan uraian di atas, Pemohon PK menyatakan bahwa koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak dapat dibenarkan.

Sebaliknya, Termohon PK tidak sepakat dengan pernyataan Pemohon PK. Termohon PK berpendapat Pemohon PK tidak dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas tanah kaveling yang dibeli Pemohon PK.

Sebab, Pemohon PK tidak dapat membuktikan bahwa tanah kaveling yang dibelinya merupakan barang modal. Terlebih lagi, Termohon PK belum memperoleh surat izin dari pihak yang berwenang berupa izin mendirikan bangunan (IMB).

Baca Juga:
Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Dengan begitu, atas pembelian tanah kaveling tersebut tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha Pemohon PK. Adapun yang dimaksud dalam pengeluaran yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha meliputi pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen.

Berdasarkan pada uraian di atas, Termohon PK berpendapat bahwa Pemohon PK tidak dapat mengkreditkan pajak masukan atas pembelian tanah kaveling tersebut. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Termohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 61119/PP/M.XVIA/16/2015 yang menyatakan menolak permohonan Pemohon PK bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setidaknya, terdapat 3 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pertama, alasan-alasan permohonan PK atas koreksi pajak masukan yang dapat dikreditkan senilai Rp2.750.400.000 dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan para pihak, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan.

Kedua, Majelis Hakim Mahkamah Agung berpendapat pada 2008, Pemohon PK belum melakukan penyerahan BKP dan pembelian tanah kaveling tersebut tidak dianggap sebagai barang modal oleh Termohon PK.

Ketiga, kebijakan peraturan daerah yang memberi perbedaan perlakuan atas IMB residential dan non-residential berimplikasi pada penentuan perlakuan pajaknya. Kemudian, Majelis Hakim Agung menyatakan bahwa pajak masukan atas pembelian tanah kaveling tersebut dapat dikreditkan karena tanah a quo tersebut secara substansi berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai beralasan dan dinyatakan dikabulkan. Dengan demikian, Termohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra