RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi Peredaran Usaha dan Penghasilan Luar Usaha

Hamida Amri Safarina | Rabu, 28 April 2021 | 17:15 WIB
Sengketa Koreksi Peredaran Usaha dan Penghasilan Luar Usaha

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum tentang koreksi peredaran usaha dan penghasilan di luar usaha.

Sebelumnya, perlu dipahami terlebih dahulu proses bisnis yang dijalankan wajib pajak. Wajib pajak merupakan pengusaha yang memproduksi furnitur dengan spesialisasi furnitur klasik dan kerajinan dari mahoni.

Untuk mendapatkan pembeli dari luar negeri, wajib pajak dibantu PT X yang berkedudukan di Indonesia. Dalam proses pembuatan furnitur tersebut, wajib pajak dibantu koperasi A dan koperasi B. Wajib pajak, koperasi A, dan koperasi B merupakan perusahaan yang berada dalam satu manajemen yang sama.

Baca Juga:
Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Adapun koperasi A memiliki spesialisasi mengerjakan wooden accessories dan koperasi B mengerjakan kerajinan rotan dan jati. Sebagai tambahan informasi, wajib pajak juga memiliki tanggungan utang kepada PT X.

Secara singkat, mulanya pesanan diterima PT X dan didistribusikan kepada wajib pajak. Kemudian, wajib pajak memberikan pekerjaan kepada koperasi A dan koperasi B. Barang-barang yang sudah jadi akan dikirimkan wajib pajak kepada pembeli dengan dokumen ekspor yang lengkap.

Pembeli akan membayar furnitur yang telah dipesannya melalui PT X. Selanjutnya, PT X mengirimkan hasil penjualan furnitur kepada wajib pajak dengan terlebih dahulu memotong tanggungan utang wajib pajak.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Otoritas pajak menilai transaksi ekspor furnitur yang didalilkan wajib pajak tidak terbukti kebenarannya. Menurut otoritas pajak, transaksi tersebut merupakan penjualan dalam negeri. Hal ini dapat dibuktikan dengan data alamat PT X yang berlokasi di Klaten.

Oleh karena itu, otoritas pajak melakukan reklasifikasi transaksi penjualan luar negeri menjadi penjualan dalam negeri. Selain itu, terdapat penghasilan di luar usaha senilai Rp532.949.252 yang tidak dilaporkan wajib pajak.

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pihaknya telah melakukan penjualan furnitur ke luar negeri, bukan penjualan dalam negeri. Otoritas pajak seharusnya tidak melakukan reklasifikasi penjualan luar negeri menjadi penjualan dalam negeri hanya karena proses pembayaran pesanan barang dilakukan melalui PT X yang berkedudukan di Indonesia. Selain itu, koreksi penghasilan di luar usaha senilai Rp532.949.252 juga tidak beralasan sehingga seharusnya dibatalkan.

Baca Juga:
DJP Tegaskan Threshold PPh Final UMKM dan PKP Tetap Rp4,8 Miliar

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat terdapat dua pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, koreksi peredaran usaha. Dalam kasus ini, wajib pajak terbukti melakukan penjualan furnitur ke luar negeri.

Baca Juga:
WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

Kedua, koreksi atas penghasilan di luar usaha. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan uang kas masuk senilai Rp532.949.252 merupakan penghasilan koperasi A dan koperasi B yang berasal dari penjualan furnitur ke luar negeri. Adapun uang tersebut juga telah diserahkan kepada kedua koperasi tersebut. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak berdasar dan tidak dapat dipertahankan.

Atas permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 47800/PP/M.II/15/2013 tertanggal 17 Oktober 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 30 Januari 2014.

Pokok sengketa dalam perkara a quo yakni koreksi peredaran usaha senilai Rp 440.941.000 dan koreksi penghasilan di luar usaha senilai Rp532.949.252 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat dua pokok sengketa. Pertama, koreksi peredaran usaha senilai Rp 440.941.000 berkaitan dengan penghasilan yang belum dilaporkan Termohon PK.

Menurut Pemohon PK, transaksi ekspor furnitur yang didalilkan Termohon PK tidak terbukti kebenarannya. Menurut Pemohon PK, transaksi tersebut merupakan penjualan dalam negeri. Hal ini dapat dibuktikan dengan data alamat PT X yang berlokasi di Klaten. Oleh karena itu, Pemohon PK melakukan reklasifikasi transaksi penjualan luar negeri menjadi penjualan dalam negeri.

Kedua, koreksi penghasilan di luar usaha senilai Rp532.949.252. Penghasilan tersebut merupakan penghasilan atas penjulan furnitur kepada PT X yang juga tidak dilaporkan dalam SPT. Termohon PK seharusnya membuktikan adanya penyerahan sejumlah uang kepada koperasi A dan koperasi B atas ekspor furniture dengan disertai dokumen ekspor, invoice, faktur, dan buku besarnya.

Baca Juga:
Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Selain itu, berdasarkan pada penelitian, tidak terdapat arus kas keluar dari Termohon PK kepada koperasi A dan koperasi B. Dengan demikian, Termohon PK dianggap tidak dapat membuktikan dalilnya.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan pihaknya telah terbukti melakukan penjualan furnitur ke luar negeri. Pemohon PK seharusnya tidak melakukan reklasifikasi penjualan luar negeri menjadi penjualan dalam negeri hanya karena proses pembayaran pesanan barang dilakukan melalui PT X yang berkedudukan di Indonesia.

Pada proses keberatan, Termohon PK telah memberikan penjelasan dan alasan alur pembayaran atas penjualan furnitur melalui rekening milik PT X yang berkedudukan di Indonesia. Adapun Termohon PK dan PT X telah menyetujui perjanjian Pre-Export Finance Agreement. PT X memberikan pre-financing kepada Termohon PK dalam memproduksi furnitur untuk keperluan ekspor.

Baca Juga:
World Bank Usul Threshold PKP dan PPh Final UMKM Turun Jadi Rp500 Juta

Termohon PK telah memberikan bukti berupa data penjualan dan invoice atas ekspor furnitur ke pembeli. Dalam proses pembayarannya, pembeli akan mengirimkannya kepada PT X terlebih dahulu sebagai perantara dan memberikannya kepada Termohon PK setelah dipotong utang Termohon PK.

Adapun penghasilan yang diterima Termohon PK dibagi juga untuk koperasi A dan koperasi B sebagai salah satu produsen. Total penghasilan yang diterima koperasi A dan koperasi B ialah senilai Rp532.949.252. Dengan begitu dalil Pemohon PK yang menyatakan Termohon PK memiliki penghasilan di luar usaha senilai Rp532.949.252 ialah tidak benar.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Baca Juga:
Pemerintah Ingin Turunkan Batas Omzet PPh Final UMKM ke Rp3,6 Miliar

Pertama, terdapat dua pokok sengketa dalam perkara ini, yakni koreksi peredaran usaha dan koreksi penghasilan di luar usaha yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dua koreksi tersebut dinilai tidak dapat dibenarkan.

Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, Termohon PK terbukti telah melakukan penjualan furnitur ke luar negeri. Selain itu, dalil Pemohon PK yang menyatakan Termohon PK memiliki penghasilan di luar usaha senilai Rp532.949.252 tidak dipertahankan. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Minggu, 22 Desember 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP Tegaskan Threshold PPh Final UMKM dan PKP Tetap Rp4,8 Miliar

Minggu, 22 Desember 2024 | 13:00 WIB KPP PRATAMA SINTANG

WP Dapat Surat Tagihan, Fiskus Ingatkan Lagi Jadwal Setor PPh Pasal 25

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?