RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi Kredit Pajak atas PPh Pasal 23

Hamida Amri Safarina | Kamis, 10 Juni 2021 | 17:20 WIB
Sengketa Koreksi Kredit Pajak atas PPh Pasal 23

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai kredit pajak atas pajak penghasilan (PPh) Pasal 23.

Otoritas pajak melakukan koreksi karena wajib pajak PK tidak dapat membuktikan mengenai kebenaran penyetoran kredit pajak senilai Rp26.233.663. Otoritas pajak menyatakan wajib pajak tidak dapat memberikan dokumen pendukung yang memadai untuk membuktikan wajib pajak telah menyetorkan kredit pajak dengan perhitungan dan jumlah yang benar.

Dalam menangani perkara ini, otoritas pajak sudah meminta dokumen pendukung dari wajib pajak pada proses pemeriksaan dan keberatan tetapi tidak diberikan. Oleh karena itu, otoritas pajak memutuskan untuk melakukan koreksi

Baca Juga:
Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Sebaliknya, wajib pajak menyatakan pihaknya telah melakukan penyetoran kredit pajak dengan benar. Koreksi yang dilakukan otoritas pajak tersebut tidak mempertimbangkan Surat Setoran Pajak (SSP) atas PPh Pasal 23 jasa teknik yang telah diserahkannya.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.

Baca Juga:
Aturan Permintaan Suket Hal yang Jadi Dasar Surat Keputusan Keberatan

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan wajib pajak dinilai sudah melakukan mekanisme pengkreditan pajak masukan dengan benar. Sementara itu, otoritas pajak tidak konsisten dalam menerapkan dasar koreksi sehingga mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum.

Dengan demikian, terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 53849/PP/M.VA/12/2014 tanggal 2 Juli 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 15 Oktober 2014.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi kredit pajak PPh Pasal 23 senilai Rp26.233.663 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
DJP Yogyakarta Jalin Kerja Sama Penegakan Hukum dengan Kejaksaan

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena Termohon PK tidak dapat membuktikan mengenai kebenaran penyetoran kredit pajak senilai Rp26.233.663.

Pada proses pemeriksaan dan keberatan, Pemohon PK telah mengirimkan surat permintaan buku, catatan, dan dokumen lain untuk mengetarhui transaksi yang dilakukan Termohon PK. Akan tetapi, Termohon tidak memberikan data dan dokumen yang diminta tersebut.

Mengingat Termohon PK tidak memberikan data dan dokumen tersebut, Pemohon PK menerbitkan surat peringatan, tetapi tidak ada tanggapan juga. Pada saat laporan penelitian keberatan dibuat, Termohon PK tetap tidak dapat menunjukkan seluruh perincian transaksi PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Kemudian, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi hanya berdasarkan pada SPT PPh Pasal 23, SSP, dan aplikasi model penerimaan negara (MPN). Sebagai informasi, melalui MPN tersebut, Pemohon PK dapat mengetahui serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtiaran sampai dengan pelaporan yang dilakukan Termohon PK.

Berdasarkan pada SPT PPh Pasal 23, SSP, dan aplikasi MPN tersebut, Pemohon PK tidak menemukan adanya data pembayaran kredit pajak senilai Rp26.233.663 oleh Termohon PK. Oleh karena itu, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi. Pemohon PK menilai Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak cermat dalam memutus sengketa karena tidak mempertimbangkan alasan-alasan Pemohon PK.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Menurut Termohon PK, pihaknya telah melakukan penyetoran kredit pajak dengan benar. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK tersebut tidak mempertimbangkan SSP atas PPh Pasal 23 jasa teknik yang telah dibayarkannya. Koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak sesuai fakta dan bukti yang valid sehingga harus dibatalkan.

Baca Juga:
Sengketa DPP PPN atas Penjualan Minyak Pelumas

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi kredit pajak PPh Pasal 23 senilai Rp26.233.663 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK telah membuktikan dalilnya dengan dokumen yang memadai. Adapun bukti yang diberikan Termohon PK ialah bukti pemotongan PPh Pasal 23. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Sabtu, 25 Januari 2025 | 10:30 WIB KANWIL DJP DI YOGYAKARTA

DJP Yogyakarta Jalin Kerja Sama Penegakan Hukum dengan Kejaksaan

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

BERITA PILIHAN
Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Kriteria Entitas Dana Investasi yang Dikecualikan Pajak Minimum Global

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Dukung Efisiensi Belanja Kementerian/Lembaga oleh Prabowo

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:11 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPh Final 0,5% dan PTKP Rp500 Juta, Intervensi Pemerintah Dukung UMKM?

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pahami Perincian Penelitian Bukti Potong Atas WP Restitusi Dipercepat

Jumat, 31 Januari 2025 | 08:30 WIB KOTA MEDAN

Kini Ada Opsen, Medan Mulai Aktif Tagih Pajak Kendaraan Bermotor

Kamis, 30 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 16:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan