RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Jasa Promosi dan Teknis yang Dianggap Sebagai Royalti

Vallencia | Jumat, 07 Oktober 2022 | 18:19 WIB
Sengketa Jasa Promosi dan Teknis yang Dianggap Sebagai Royalti

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai jasa promosi dan jasa teknis lainnya yang dianggap sebagai royalti, sehingga menjadi objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 26.

Otoritas pajak menilai pembayaran jasa promosi dan jasa teknis lainnya termasuk royalti. Alasannya, pembayaran jasa tersebut sehubungan dengan penggunaan merek, know-how, dan penghitungan pembayaran jasa menggunakan persentase pendapatan hotel serta pendapatan kotor operasional. Proses gugatan yang dijalankan wajib pajak juga tidak memenuhi ketentuan formal.

Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju dengan pernyataan otoritas pajak. Wajib pajak menyebut imbalan jasa promosi dan jasa teknis tidak termasuk pembayaran royalti. Sebab, imbalan yang dihitung berdasarkan pada persentase merupakan metode umum dan standar untuk industri perhotelan di seluruh dunia.

Baca Juga:
Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Pada tingkat gugatan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan yang diajukan wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan ID.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Pada tingkat gugatan, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi yang ditetapkan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Otoritas pajak menyampaikan imbalan jasa promosi dan jasa teknis lainnya yang dibayarkan wajib pajak menggunakan persentase atas pendapatan hotel dan pendapatan kotor operasional. Oleh sebab itu, imbalan tersebut dianggap sebagai royalti bagi otoritas pajak. Namun, alasan tersebut dinilai kurang tepat oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Terhadap permohonan gugatan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan yang diajukan wajib pajak. Dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 44915/PP/M.V/99/2013 tanggal 15 Mei 2013, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis kepada Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Agustus 2013.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah sengketa gugatan atas penerbitan Keputusan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak tentang pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar atas surat tagihan pajak (STP) PPh Pasal 26 tahun pajak 2006 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Termohon PK menjalankan usaha di bidang jasa perhotelan dengan menggunakan merek usaha milik X Group.

Untuk menjalankan usahanya, Termohon PK memiliki kerja sama dengan Y Co dan Z Co yang berdomisili di Belanda terkait dengan pemberian jasa promosi dan jasa teknis. Terhadap kerja sama tersebut, Termohon PK wajib membayarkan imbalan kepada Y Co dan Z Co.

Pemohon PK berpendapat imbalan yang dibayarkan Termohon PK kepada Y Co dan Z Co termasuk pembayaran royalti, sehingga terutang PPh Pasal 26. Alasannya, pembayaran jasa diberikan sehubungan dengan penggunaan merek usaha milik X Group, jasa diberikan sehubungan dengan pemberian know-how, serta imbalan dibayarkan dalam bentuk persentase terhadap pendapatan hotel dan pendapatan kotor operasional.

Baca Juga:
Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

Di sisi lain, Pemohon PK menilai proses gugatan yang dijalankan Termohon PK tidak memenuhi ketentuan formal. Pertama, Pemohon PK telah memberikan kesempatan bagi Termohon PK untuk memberikan penjelasan terkait transaksi dengan Y Co dan Z Co. Namun, Termohon PK tidak memenuhi undangan untuk membahas sengketa terkait.

Kedua, Termohon PK tidak memberikan dokumen yang diminta oleh Pemohon PK. Ketiga, Majelis Hakim pengadilan Pajak tidak melakukan pembuktian terkait pelaporan PPh milik Y Co dan Z Co di negara residen. Padahal, langkah ini diperlukan untuk mencegah adanya penggelapan pajak.

Sebaliknya, Termohon PK tidak sepakat dengan koreksi yang ditetapkan oleh Pemohon PK. Termohon PK berpendapat pembayaran jasa promosi dan jasa teknis lainnya sudah didukung dengan bukti transaksi yang lengkap. Y Co dan Z Co juga tidak memiliki BUT di Indonesia dan telah menyampaikan SKD.

Baca Juga:
Coretax Digunakan 1 Januari 2025, DJP Beberkan Progres Persiapannya

Lebih lanjut, Termohon PK juga memiliki perjanjian yang telah ditandatangani bersama dengan Y Co dan Z Co. Berdasarkan pada perjanjian tersebut, Y Co dan Z Co akan menyediakan jasa konsultasi, profesional, bantuan teknis, perekrutan, pelatihan, dan jasa lainnya. Seluruh aktivitas tersebut bertujuan untuk mendukung kinerja pemasaran dan promosi Termohon PK. Oleh sebab itu, pembayaran jasa tersebut bukan transaksi royalti.

Menurut Termohon PK, penghitungan nilai jasa pemasaran dan teknis lainnya dengan menggunakan persentase dari pendapatan hotel merupakan metode yang umum dan standar untuk industri perhotelan di seluruh dunia.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, dapat disimpulkan Termohon PK tidak berkewajiban untuk memungut PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima Y Co dan Z Co.

Baca Juga:
Komwasjak Soroti Rendahnya ACR Indonesia dan Tingginya Sengketa Pajak

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan gugatan sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, alasan permohonan PK yang menyatakan terdapat ketidakbenaran dalam putusan gugatan tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan kedua belah pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung berpendapat Termohon PK tidak memiliki kewajiban untuk memotong PPh Pasal 26. Oleh sebab itu, koreksi yang ditetapkan oleh Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 11:30 WIB MAHKAMAH KONSTITUSI

Banyak Sengketa Pilkada, Uji Materiil UU KUP-Pengadilan Pajak Tertunda

Jumat, 20 Desember 2024 | 19:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa atas Koreksi DPP PPN yang Kurang Dibayar

Jumat, 13 Desember 2024 | 16:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPN atas Klaim Layanan Garansi Suku Cadang Mobil

Jumat, 13 Desember 2024 | 13:42 WIB BINUS UNIVERSITY

Profesional DDTC Edukasi Mahasiswa Soal Beracara di Pengadilan Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra