RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai biaya fasilitas ruangan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2). Perlu dipahami dalam perkara ini wajib pajak menyewa bangunan beserta fasilitasnya dari PT X.
Otoritas pajak menyatakan biaya sewa fasilitas ruangan dan biaya listrik merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), bukan objek PPh Pasal 23. Pendapat otoritas pajak tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002.
Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju atas seluruh koreksi yang dilakukan otoritas pajak. Menurut wajib pajak, biaya sewa fasilitas ruangan dan biaya listrik bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), melainkan objek PPh Pasal 23. Biaya sewa fasilitas ruangan dan biaya listrik tersebut telah dipotong PPh Pasal 23 dan dilaporkan pada SPT PPh Pasal 23 masa pajak Juli 2009.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan sewa fasilitas ruangan merupakan objek PPh Pasal 23. Dalam hal ini, wajib pajak tidak dapat membuktikan sebagian sewa fasilitas ruangan telah dipotong PPh Pasal 23.
Berkaitan dengan koreksi biaya listrik, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkeyakinan koreksi otoritas pajak atas biaya listrik tidak berdasarkan pada alasan yang kuat sehingga tidak dapat dipertahankan.
Dalam perkara ini, salah satu hakim (selanjutnya disebut Hakim A) memberikan pendapat hukum yang berbeda (dissenting opinion). Menurut Hakim A, pembayaran sewa fasilitas ruangan dan biaya listrik merupakan bagian dari bangunan yang disewakan.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002 juncto Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor: KEP-227/PJ./2002. Mengacu pada ketentuan tersebut, biaya sewa fasilitas dan biaya listrik merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2).
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 55972/PP/M.XI.B/25/2014 tanggal 8 Oktober 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Januari 2015.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) final masa pajak Juli 2009 senilai Rp56.120.419 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat objek pajak yang tidak dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), yakni biaya sewa fasilitas ruangan dan biaya listrik. Adapun koreksi DPP PPh Pasal 4 ayat (2) atas biaya sewa fasilitas ruangan dan biaya listrik tersebut bersumber dari general ledger.
Pemohon PK menyatakan biaya sewa fasilitas ruangan dan biaya listrik merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), bukan objek PPh Pasal 23. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002.
Dalam pasal tersebut, jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya, dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
Selain itu, pada saat pemeriksaan dan/atau keberatan, Termohon PK tidak menyampaikan bukti pendukung yang menunjukkan sewa fasilitas ruangan merupakan objek PPh Pasal 23 dan telah dipotong pajaknya. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK sudah benar dan dapat dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK tidak setuju atas seluruh koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Perlu dipahami, Termohon PK menyewa bangunan beserta fasilitasnya dari PT X. Menurut Termohon PK, sewa fasilitas ruangan bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), melainkan objek PPh Pasal 23. Biaya sewa fasilitas ruangan tersebut telah dipotong PPh Pasal 23 dan dilaporkan pada SPT PPh Pasal 23 masa pajak Juli 2009.
Dalam proses persidangan banding, Termohon PK telah menyampaikan bukti pendukung berupa bukti potong PPh Pasal 23 atas biaya sewa fasilitas ruangan dan biaya listrik. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan harus dibatalkan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian perohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi Pemohon PK terhadap DPP PPh Pasal 4 ayat (2) final masa pajak Juli 2009 senilai Rp56.120.419 yang tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, sewa fasilitas ruangan yang bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), melainkan objek PPh Pasal 23. Adapun terhadap biaya tersebut telah dipotong PPh Pasal 23 dan dilaporkan oleh Termohon PK. Oleh karenanya, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.