KONSULTASI PAJAK

Selisih Kurs Tagihan Sewa Apartemen

Rabu, 21 Oktober 2020 | 14:14 WIB
Selisih Kurs Tagihan Sewa Apartemen

Awwaliatul Mukarromah,
DDTC Fiscal Research

Pertanyaan:
PERKENALKAN, nama saya Theo. Saya adalah staf akuntansi dari perusahaan yang bergerak di bidang penyewaan apartemen.

Perusahaan kami menyewakan apartemen kepada ekspat dengan tagihan dikirimkan dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Biasanya, tagihan dibuat dan dikirimkan pada akhir bulan dengan tenggat waktu pembayaran dua minggu setelah tanggal tagihan.

Dalam pembukuan kami, baik pencatatan tagihan maupun pelunasannya, sama-sama kami catat dalam satuan mata uang rupiah. Ini karena perusahaan kami tidak memiliki izin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam satuan mata uang dolar Amerika Serikat.

Pertanyaan saya, apakah selisih untung/rugi kurs yang timbul atas tagihan tersebut dapat kami akui dalam laporan pajak kami?

Theo, Jakarta.

Jawaban:
TERIMA kasih bapak Theo atas pertanyaannya. Pada prinsipnya, untung/rugi selisih kurs diakui sebagai penghasilan atau biaya dalam UU PPh. Berikut adalah ketentuan pengakuan untung selisih kurs sebagai penghasilan yang termuat dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l UU PPh:

“Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:
...
l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;”

Selanjutnya, berikut adalah ketentuan pengakuan rugi selisih kurs sebagai biaya yang termuat dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e UU PPh:

“Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk:
...
e. kerugian selisih kurs mata uang asing;”

Pengakuan untung/rugi selisih kurs sebagai penghasilan atau biaya juga dipertegas dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2019 (selanjutnya disebut PP 45/2019) sebagai berikut:

Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.”

Selanjutnya, Pasal 9 ayat (2) PP 45/2019 mengatur:

“Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:

  1. dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
  2. tidak termasuk objek pajak,

tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.”

Dari Pasal 9 ayat (2) PP 45/2019, dijelaskan untung/rugi selisih kurs tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya, jika berkaitan langsung dengan usaha wajib pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final atau tidak termasuk objek pajak.

Untuk mengetahui apakah sewa apartemen termasuk penghasilan yang dikenakan PPh yang bersifat final atau tidak termasuk objek pajak, dapat merujuk pada Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) UU PPh sebagai berikut:

“(2) Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final:

  1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
  2. penghasilan berupa hadiah undian;
  3. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura;
  4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan; dan
  5. penghasilan tertentu lainnya,

yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

(3) Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

  1. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan
    2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan,
    sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  2. warisan;
  3. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
  4. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
  5. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  6. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
    1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan|
    2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
  7. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
  8. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
  9. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
  10. dihapus;
  11. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
    1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
    2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  12. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
  13. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
  14. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Berdasarkan ketentuan di atas, persewaan apartemen termasuk ke dalam persewaan tanah dan/atau bangunan yang penghasilannya dikenakan PPh final sesuai Pasal 4 ayat (2) huruf d UU PPh. Dengan demikian, sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) PP 45/2019, selisih untung/rugi kurs yang timbul atas tagihan penyewaan apartemen tidak dapat diakui sebagai penghasilan atau biaya.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.*

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 24 Desember 2024 | 13:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Coretax Berlaku Nanti, Masih Bisa Minta Dokumen Dikirim Secara Fisik?

Kamis, 19 Desember 2024 | 17:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Begini Perlakuan PPh bagi Lessor Atas Kegiatan Leasing

Rabu, 18 Desember 2024 | 14:00 WIB KONSULTASI CORETAX

Karyawan yang Diberikan Kuasa untuk Coretax, Apakah Harus Ikut USKP?

Selasa, 17 Desember 2024 | 11:01 WIB KONSULTASI CORETAX

Lapor SPT Tahunan OP Tahun Pajak 2024, Pakai DJP Online atau Coretax?

BERITA PILIHAN