RUU OMNIBUS LAW PERPAJAKAN

Selamat Datang Rezim Pajak Tenaga Kerja Asing Bertalenta

Senin, 02 Maret 2020 | 06:00 WIB
Selamat Datang Rezim Pajak Tenaga Kerja Asing Bertalenta

Darussalam,
Managing Partner DDTC

PERLOMBAAN antarnegara dalam meningkatkan daya saing ternyata semakin sengit. Di tengah perekonomian dunia yang makin melambat dan belum sepenuhnya kembali ke titik semula, kompetisi ini malah kian meruncing.

Daya saing dalam memperebutkan sumber daya manusia (SDM) unggul menjadi salah satu contohnya. Perebutan ini tidak lain dipicu dari adanya dua kondisi. Pertama, semakin minim dan langkanya ketersediaan SDM unggul di negara maju. Pasalnya, sebagian besar negara maju mulai memasuki fase populasi menua sehingga jumlah penduduk usia pekerja semakin menurun.

Kedua, jumlah SDM unggul di negara berkembang yang belum maksimal. Meskipun berada dalam fase bonus demografi, negara berkembang ternyata belum mampu menciptakan banyak SDM berkualitas (Kristaji, 2019).

Kian sengitnya kompetisi antarnegara dalam memperebutkan SDM unggul membuat banyak negara berlomba-lomba menciptakan berbagai kebijakan untuk menarik individu bertalenta tinggi. Mulai dari kebijakan di bidang ketenagakerjaan, perizininan, hingga kebijakan pajak.

Penggunaan kebijakan pajak dalam mendukung daya saing memperebutkan SDM unggul bukanlah hal baru. Salah satunya dapat dilihat dari maraknya penerapan perlakuan pajak khusus bagi tenaga kerja asing yang bekerja di suatu negara atau dikenal (dan selanjutnya disebut) dengan istilah rezim pemajakan ekspatriat (expatriate tax regime).

Dalam praktiknya, rezim pemajakan ekspatriat merupakan rezim khusus yang diberikan kepada ekspatriat yang berstatus sebagai subjek pajak dalam negeri untuk dikenakan pajak dengan status sebagai subjek pajak luar negeri. Rezim ini memberikan keringanan pajak bagi para ekspatriat melalui beberapa cara. Pertama, pembatasan yurisdiksi pemajakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh ekspatriat, yaitu dengan menerapkan sistem territorial bagi ekspatriat.

Kedua, pemberian kemudahan administrasi pajak. Ketiga, pemberlakuan konsensi khusus bagi ekspatriat yang memenuhi kualifikasi. Biasanya, rezim pemajakan ekspatriat ditujukan untuk menarik individu kaya, berpenghasilan besar, atau berkemampuan tinggi (high-skill) agar bermigrasi ke suatu negara.

Tidak dapat dipungkiri, penerapan rezim pemajakan ekspatriat telah meluas di berbagai belahan dunia. Berdasarkan data yang diolah dari IBFD Country Survey (2018), dari 150 negara yang disurvei, 50 negara diantaranya telah memiliki rezim pemajakan ekspatriat.

Sebut saja Spanyol dengan pemberlakuan rezim pemajakan ekspatriatnya yang sempat populer pada tahun 2005 atau dikenal dengan istilah Beckham Law. Pada rezim ini, SDM berkeahlian khusus dapat menikmati fasilitas tarif PPh individu yang flat dan pengecualian pajak atas penghasilan yang diperoleh di luar Spanyol.

Akibat penerapan dari Beckham Law ini tentunya dapat diduga. Yaitu, terciptanya fenomena migrasi pemain sepak bola kelas dunia ke Spanyol kala itu (Kleven, Landais, dan Saez, 2012). Beckham Law di Spanyol juga membuktikan bahwa kebijakan pajak secara efektif memengaruhi kompetisi memperebutkan SDM bertalenta.

Selain Spanyol, Australia juga menjadi salah satu negara yang menerapkan rezim pemajakan ekspatriat. Pada rezim ini, individu yang tergolong sebagai subjek pajak dalam negeri sementara (temporary resident) memperoleh pembebasan atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari luar Australia, kecuali untuk penghasilan yang berupa remunerasi pekerja (gaji, bonus, upah direktur, dan sebagainya).

Terdapat dua kualifikasi bagi individu yang tergolong sebagai temporary resident. Pertama, individu asing yang bekerja sebagai profesional maupun pemilik usaha di Australia dalam periode di mana individu tersebut dikategorikan sebagai subjek pajak dalam negeri. Kedua, bagi individu yang berniat pindah ke Australia untuk mendirikan usaha dengan menggunakan visa sementara.

Sementara itu, rezim pemajakan ekspatriat di Italia menyasar pada karyawan, pekerja wiraswasta, atau pengusaha yang baru pindah ke Italia sepanjang memenuhi tiga persyaratan. Pertama, individu tersebut tinggal di luar Italia selama dua tahun sebelum kedatangannya di Italia. Kedua, berkomitmen untuk tinggal di Italia setidaknya selama dua tahun. Ketiga, pekerjaan dari individu tersebut utamanya dilakukan di Italia (Allevato, 2019).

Pada rezim ini, individu yang memenuhi persyaratan di atas akan memperoleh pembebasan PPh orang pribadi di Italia sebesar 70% dari penghasilan yang diterimanya. Rezim ini dipercaya dapat memberikan manfaat bagi pekerja di sektor olahraga, seni, busana, dan sektor-sektor berpenghasilan tinggi (Beretta, 2017).

Berbeda dengan Spanyol, Australia, dan Italia. Belanda menawarkan pengurangan pajak tambahan sebagai bentuk konsensi khusus bagi ekspatriat di negaranya. Tujuannya, tentu saja untuk menarik SDM terampil dan mendorong investasi asing di negara ini (Parling, 2018).

Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Perspektif Indonesia

Apabila RUU Omnibus Law Perpajakan sah diundangkan, Indonesia akan memiliki rezim pemajakan ekspatriat sebagaimana yang telah diterapkan di negara lainnya. Penerapan rezim khusus ini sebagaimana rumusan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (2) RUU Omnibus Law Perpajakan.

Jika pada ketentuan PPh yang berlaku saat ini, atas warga negara asing (WNA) yang berstatus subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia (worldwide). Berdasarkan rezim pemajakan ekspatriat yang diatur dalam RUU Omnibus Law Perpajakan, WNA tersebut hanya dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dari Indonesia sepanjang memenuhi dua ketentuan.

Pertama, WNA tersebut memiliki keahlian tertentu. Kedua, perlakuan ini hanya berlaku selama empat tahun pajak yang dihitung sejak WNA menjadi subjek pajak dalam negeri.

Sederhananya, berdasarkan rezim pemajakan ekspatriat Indonesia, WNA dengan keahlian tertentu yang berstatus subjek pajak dalam negeri dapat menikmati pengecualian pajak atas penghasilan yang diterima oleh WNA tersebut dari luar Indonesia. Dengan kata lain, atas WNA tersebut tidak lagi berlaku sistem pemajakan worldwide, melainkan sistem pemajakan territorial.

Rencana penerapan rezim pemajakan ekspatriat yang dibawa dalam RUU Omnibus Law Perpajakan tidak terlepas dari upaya Indonesia untuk memperoleh SDM unggul yang berkualitas. Apalagi Presiden Joko Widodo telah mencanangkan bahwa SDM unggul adalah kebutuhan Indonesia pada masa depan. Terutama, dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat dan kompetisi antarnegara yang begitu ketat (Al Rahab, 2020).

Melalui rezim pemajakan ekspatriat ini, diharapkan jumlah ekspatriat dengan keahlian tertentu yang tertarik bekerja di Indonesia semakin meningkat. Kemudian, peningkatan ini diharapkan akan berbanding lurus dengan semakin terdorongnya investasi sekaligus alih teknologi dan transfer ilmu pengetahuan kepada SDM dalam negeri. Pada akhirnya, ini akan berdampak pada kemampuan Indonesia dalam mencetak SDM dalam negeri yang unggul dan mampu berkompetisi.

Melihat tujuan yang ingin dicapai rezim ini untuk menarik ekspatriat yang bertalenta, tidaklah berlebihan jika kita mengucapkan: selamat datang rezim khusus pemajakan ekspatriat di Indonesia. Semoga efektif.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 18 Desember 2024 | 18:15 WIB DDTC YEAR END DINNER 2024

Year End Dinner 2024, DDTC Tanamkan Core Values bagi Seluruh Pegawai

Senin, 16 Desember 2024 | 19:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan PPN Jadi Jalan Tengah Tingkatkan Penerimaan Negara

Selasa, 10 Desember 2024 | 15:51 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan PPN 12% Momentum Pemerintah Belanjakan Uang Pajak Lebih Bijak

Selasa, 03 Desember 2024 | 08:55 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Dinilai Jadi Momentum Pembenahan Sistem Pajak

BERITA PILIHAN