Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji.
JAKARTA, DDTCNews – Indonesia masih memiliki ruang besar untuk mengoptimalkan penerimaan pajak yang berasal dari sektor ekonomi digital.
Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital sesungguhnya tidak hanya dari pengenaan PPN atas produk digital yang diperdagangkan melalui sistem elektronik.
"Tidak kalah penting adalah bagaimana nantinya dalam konteks pemajakan e-commerce yang berada di dalam negeri," katanya dalam Market Review yang disiarkan oleh IDX Channel, Rabu (15/2/2023).
Sebagaimana diatur dalam Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah sesungguhnya sudah memiliki kewenangan menunjuk pihak lain untuk melakukan pemotongan dan pemungutan pajak.
Pihak lain yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi. Pihak lain ini tidak hanya bisa memungut PPN, tetapi juga memotong PPh atas penghasilan yang diterima pengguna e-commerce.
"Indonesia memiliki market yang besar. Pasti banyak sekali transaksi yang dilakukan di dalam daerah Indonesia maupun penghasilan-penghasilan yang bersumber sebenarnya dari Indonesia. Jadi potensinya masih sangat besar," ujar Bawono.
Oleh karena itu, ia memandang sektor ekonomi digital sesungguhnya berpotensi menjadi sumber baru penerimaan pajak yang dapat diandalkan bagi setiap negara, termasuk Indonesia.
Selain pengenaan PPN atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), Indonesia juga telah menunjuk exchanger aset kripto sebagai pemungut PPN dan PPh serta memberlakukan PPh atas penghasilan berupa bunga dari P2P lending.
Meski tambahan penerimaan dari aset kripto dan bunga dari P2P lending belum signifikan, Bawono meyakini kebijakan sejenis tersebut masih berpeluang untuk memberikan sumber penerimaan baru bagi Indonesia.
"Saya pikir ini [sektor ekonomi digital] bisa menjadi backbone untuk menunjang target penerimaan kita pada 2023 senilai Rp1.718 triliun," tuturnya.
Sebagai informasi, DJP mencatat realisasi penerimaan PPN PMSE sejak pertama kali diberlakukan pada 2020 hingga 2022 sudah mencapai Rp10,7 triliun. Pajak tersebut disetor ke kas negara oleh 118 perusahaan yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.