Ilustrasi. Gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Fitur baru berupa pengiriman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) elektronik hanya menjadi pilihan alternatif. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (16/11/2020).
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi Ditjen Pajak (DJP) Iwan Djuniardi mengatakan fitur pengiriman NPWP elektronik melalui DJP Online merupakan layanan tambahan yang memudahkan masyarakat mendapatkan NPWP.
"Bukan menggantikan kartu NPWP fisik, tapi diperbolehkan menggunakan kartu elektronik," kata Iwan.
Fitur tersebut tersedia pada menu Informasi yang ada pada DJP Online. Ketika wajib pajak membutuhkan NPWP elektronik untuk dapat disalin atau dicetak tinggal mengecek di surat elektroniknya (email). Simak artikel ‘Fitur Baru DJP Online, WP Bisa Kirim Sendiri NPWP Elektronik ke Email’.
Selain mengenai NPWP elektronik, ada pula bahasan terkait dengan rancangan aturan turunan klaster perpajakan dalam UU Cipta Kerja. Kementerian Keuangan akan membuka rancangan aturan turunan tersebut pada Selasa (17/11/2020).
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan NPWP elektronik merupakan pilihan alternatif yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mendapatkan tanda pengenal sebagai pembayar pajak. Otoritas, sambungnya, akan terus melakukan pengembangan layanan agar makin mudah diakses oleh wajib pajak.
"[NPWP elektronik] ini artinya masih sebagai alternatif,” ujarnya. (DDTCNews)
Berdasarkan pada pemberitaan Kontan, ada 3 peraturan pemerintah yang akan diubah. Pertama, PP 94/2010 s.t.d.d. PP 45/2019 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh dalam Tahun berjalan.
Kedua, PP 1/2012 tentang Pelaksanaan UU 8/1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM. Ketiga, PP 74/2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan. (Kontan)
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani berharap aturan turunan klaster perpajakan UU Cipta Kerja mengatur secara jelas kriteria yang harus dipenuhi wajib pajak dalam untuk mendapatkan sejumlah relaksasi atau fasilitas pajak.
Managing Partner DDTC Darussalam berpendapat klaster perpajakan pada UU Cipta Kerja memiliki dampak positif bagi wajib pajak. Selain mendukung kemudahan berusaha, ada sejumlah fasilitas yang ditujukan untuk menarik investasi. (Kontan)
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Sistem Pengendalian Intern (SPI) Kementerian Keuangan Tahun 2019, BPK memaparkan temuan belum terintegrasinya dengan baik antara sistem informasi pada DJP, Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), dan Ditjen Perbendaharaaan (DJPb).
"Dalam rangka menyusun laporan keuangan unaudited tahun 2019, DJPb, DJP dan DJBC menyelenggarakan rekonsiliasi penerimaan perpajakan pada tanggal 20 Februari 2020. Dalam berita acara rekonsiliasi tersebut, diungkapkan adanya selisih sistem akuntansi umum (SAU) dan sistem akuntansi instansi (SAI) sebesar Rp7,28 miliar (lebih besar SAU)," tulis BPK. Simak artikel ‘Ada Selisih Penerimaan Perpajakan Hasil Rekonsiliasi, Ini Temuan BPK’. (DDTCNews)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan penyerapan berbagai insentif pajak sangat tergantung pada kegiatan usaha yang berjalan. Jika kegiatan usahanya menurun, klaim insentif pajaknya juga turun.
Sri Mulyani mengatakan desain insentif pajak dibuat berdasarkan pengalaman Indonesia menghadapi krisis 1997-1998 dan 2008-2009. Namun, dinamika yang terjadi ketika pandemi saat ini sangat berbeda dengan krisis sebelumnya sehingga efektivitas insentifnya juga berbeda.
Namun demikian, Sri Mulyani membantah anggapan insentif pajak tidak sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha. Pasalnya, hingga 2 November 2020, sebanyak 211.476 perusahaan telah mengajukan permohonan insentif dan memperoleh persetujuan dari DJP. (DDTCNews)
Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengoreksi ke bawah target penerimaan pajak sebesar 10% dalam UU APBN 2020 melalui Perpres No. 72/2020 karena pandemi Covid-19. Namun, masih ada risiko kontraksi penerimaan pajak dalam karena realisasi hingga September 2020 sudah minus 16,9%.
"Dulu saya presentasi di sini, estimasi penerimaan pajak kontraksinya diestimasikan 10%-11%. Namun, sekarang kita lihat sudah [minus] di 16%. Berarti ada penurunan penerimaan dibandingkan target di dalam Perpres 72. Ini yang sedang disusun supaya ada buffer-nya," katanya. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.