PMK 134/2021

Sebelum Pemeteraian Kemudian Disahkan, Hal Ini Dicek Dulu

Redaksi DDTCNews | Rabu, 06 Oktober 2021 | 17:12 WIB
Sebelum Pemeteraian Kemudian Disahkan, Hal Ini Dicek Dulu

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemeteraian kemudian disahkan oleh pejabat pos atau pejabat pengawas.

Ketentuan mengenai pengesahan pemeteraian kemudian ini ditegaskan dalam PMK 134/2021 yang mencabut PMK 4/2021. Adapun pejabat pos adalah pejabat PT Pos Indonesia (Persero) yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.

Sementara yang dimaksud pejabat pengawas adalah pegawai negeri sipil di lingkungan Ditjen Pajak (DJP) yang menduduki jabatan pengawas pada kantor pelayanan pajak (KPP) serta kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan (KP2KP).

Baca Juga:
PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

“Pejabat pos … hanya dapat melakukan pengesahan atas pembayaran bea meterai melalui pemeteraian kemudian yang dilakukan dengan menggunakan meterai tempel,” demikian penggalan Pasal 22 ayat (2), dikutip pada Rabu (6/10/2021).

Atas pembayaran bea meterai melalui pemeteraian kemudian yang dilakukan dengan meterai tempel, pejabat pos atau pejabat pengawas memastikan 4 hal. Pertama, meterai tempel yang digunakan sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran bea meterai atas suatu dokumen.

Kedua, kebenaran surat setoran pajak (SSP) yang telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang digunakan untuk membayar sanksi administratif, dengan melakukan konfirmasi pada saluran tertentu yang disediakan DJP.

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Ketiga, kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah sanksi administratif yang wajib dibayar melalui pemeteraian kemudian. Keempat, kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.

Kemudian, atas pembayaran bea meterai melalui pemeteraian kemudian yang dilakukan dengan meterai elektronik, pejabat pengawas memastikan 4 hal. Pertama, meterai elektronik yang digunakan dibubuhkan melalui sistem meterai elektronik.

Kedua, kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar sanksi administratif. Ketiga, kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah sanksi administratif yang wajib dibayar melalui pemeteraian kemudian. Keempat, kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selain itu, atas pembayaran bea meterai melalui pemeteraian kemudian yang dilakukan dengan SSP, pejabat pengawas memastikan 3 hal. Pertama, kebenaran SSP yang telah mendapatkan NTPN yang digunakan untuk membayar bea meterai yang terutang dan/atau sanksi administratif.

Kedua, kesesuaian nilai pembayaran dalam SSP yang telah mendapatkan NTPN dengan jumlah bea meterai yang wajib dibayar melalui pemeteraian kemudian. Ketiga, kesesuaian kode akun pajak dan kode jenis setoran.

Jika semua ketentuan telah terpenuhi, pejabat pos atau pejabat pengawas sebagaimana dimaksud melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap pemeteraian kemudian. Adapun pembubuhan cap dilakukan pada dokumen atau daftar dokumen yang bea meterainya telah dibayar melalui pemeteraian kemudian dan/atau SSP yang telah mendapatkan NTPN.

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Dalam Pasal 24 disebutkan dirjen pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kepada pihak terutang atas bea meterai yang tidak atau kurang dibayar serta sanksi administratif. Penerbitan surat ketetapan pajak ini dilakukan jika pihak yang terutang tidak melakukan pemeteraian kemudian.

“Pihak yang terutang menyetorkan bea meterai yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak … ke kas negara,” bunyi penggalan Pasal 24 ayat (2) PMK 134/2021. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN