KEBIJAKAN PAJAK

Saat Pandemi Covid-19 Berakhir, Paradigma Relaksasi Pajak Perlu Diubah

Redaksi DDTCNews | Senin, 18 Mei 2020 | 17:00 WIB
Saat Pandemi Covid-19 Berakhir, Paradigma Relaksasi Pajak Perlu Diubah

Managing Partner DDTC Darussalam memberikan paparan dalam webinar Padjadjaran Accounting Business Series (PABS) bertajuk ‘Pandemi Covid-19 dan Dampaknya terhadap Perpajakan’ pada hari ini, Senin (18/5/2020).

JAKARTA, DDTCNews – Upaya peningkatan daya saing dan penguatan ekonomi perlu diambil dengan menciptakan kepastian dalam sistem pajak. Hal ini perlu menjadi fokus pemerintah dalam jangka menengah setelah adanya pandemi Covid-19.

Hal ini disampaikan Managing Partner DDTC Darussalam dalam webinar Padjadjaran Accounting Business Series (PABS) bertajuk ‘Pandemi Covid-19 dan Dampaknya terhadap Perpajakan’ pada hari ini, Senin (18/5/2020).

“Sudah saatnya nanti setelah pandemi Covid-19 ini berakhir, relaksasi ini sebaiknya pelan-pelan mulai dikurangi Selama ini, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, relaksasi menjadi garda terdepan. Ke depan, paradigma harus diubah. Kepastian dalam sistem pajak yang lebih penting,” katanya.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Menurut OECD dan IMF, kepastian dapat terwujud selama terpenuhinya empat hal. Pertama, terdapat kebijakan yang partisipatif dan berkeadilan. Kedua, administrasi pajak yang berkepastian. Ketiga, upaya pencegahan dan penyelesaian sengketa pajak yang efisien dan efektif. Keempat, keselarasan dengan konsensus internasional.

Sebagai informasi, OECD dan IMF sejak 2017-2019 telah menerbitkan laporan Tax Certainty yang salah satunya menggarisbawahi bahwa daya tarik investasi juga bisa diwujudkan melalui kepastian bagi wajib pajak.

Darussalam mengatakan perubahan paradigma perlu ditindaklanjuti dengan evaluasi berbagai tax expenditure. Evaluasi perlu dilakukan untuk melihat efektivitas, kesesuaiannya dengan lanskap ekonomi ke depan, serta untuk ‘mengerem’ laju pertumbuhannya.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Selain perubahan paradigma relaksasi ini, Darussalam juga menawarkan tiga agenda pajak jangka menengah lainnya. Pertama, agenda reformasi dengan fokus pada undang-undang di bidang pajak, tidak lagi omnibus law. Kedua, penguatan administrasi pajak. Ketiga, perluasan basis pajak.

Secara umum, strategi jangka menengah yang paling tepat adalah mengurangi tax gap sekaligus memperluas basis pajak tanpa mendistorsi perekonomian terlalu besar. Simak artikel ‘Ada Pandemi Covid-19, Ini Tawaran Kebijakan Pajak Jangka Menengah’.

Terkait perluasan basis pajak, Darussalam juga mengapresiasi langkah pemerintah yang telah menerbitkan PMK 48/2020. Menurutnya, di saat ada pandemi seperti ini, ada beberapa industri, salah satunya terkait dengan transaksi digital, yang justru mencatatkan kinerja bisnis yang baik.

Baca Juga:
Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

“Selama ini belum bisa dipajaki karena masalah administrasi, bukan masalah hukum. PMK 48/2020 ini memberikan ketentuan administrasinya. Ini penting,” imbuhnya. Simak pula artikel ‘Ini Penjelasan Resmi DJP Soal Pengenaan PPN Produk Digital Luar Negeri’.

Darussalam juga berharap PMK 210/2018 terkait perlakuan perpajakan atas transaksi e-commerce yang telah dicabut dapat diberlakukan kembali. Hal ini penting dalam konteks untuk pengumpulan data.

Menurutnya, relaksasi yang telah diberikan oleh DJP selama pandemi Covid-19 harus dipertukarkan dengan informasi dan data dari wajib pajak. Kebijakan ini penting untuk mengatasi risiko jangka menengah. Bagaimanapun, tax expenditure berpengaruh pada kinerja penerimaan.

Baca Juga:
Rezim Baru, WP Perlu Memitigasi Efek Politik terhadap Kebijakan Pajak

Sebagai informasi, webinar ini diadakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran (FEB Unpad) bekerja sama dengan Center for Accounting Studies (CAS) FEB Unpad dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) wilayah Jawa Barat.

Selain Darussalam, ada beberapa pembicara lain seperti Kepala Kanwil DJP Jakarta Selatan II Edi Slamet Irianto, Partner Deloitte Yan Hardyana, dan dosen Departmen Akuntansi FEB Unpad Sony Devano, dan Kepala Departemen Akuntansi FEB Unpad Memed Sueb. Dosen Departemen Akuntansi FEB Unpad Dede Abdul H. hadir sebagai moderator. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Jumat, 18 Oktober 2024 | 09:14 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pencantuman NITKU Bakal Bersifat Mandatory saat Pembuatan Bukti Potong

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja