AMERIKA SERIKAT

Rombak Regulasi, Utang Perusahaan Dianggap Modal

Redaksi DDTCNews | Kamis, 15 September 2016 | 10:01 WIB
Rombak Regulasi, Utang Perusahaan Dianggap Modal Sekretaris Kementerian Keuangan Amerika Serikat Jack Lew. (Foto: The Hill)

WASHINGTON, DDTCNews – Setelah menunggu kurang lebih lima bulan, akhirnya Sekretaris Kementerian Keuangan Amerika Serikat (AS) Jack Lew dapat bertemu dengan anggota House Ways and Means Committee, untuk membicarakan penyelesaian aturan terkait pemajakan penghasilan yang berasal dari luar negeri.

Juru bicara Kementerian Keuangan mengatakan usulan yang telah diajukan sejak April lalu tersebut telah menarik perhatian beberapa kelompok bisnis dan pembuat kebijakan dengan tinjauan kepentingan dari keduanya. Dalam proposal itu, utang antarperusahaan dalam suatu grup akan diperlakukan sebagai modal.

“Kami telah mengikutsertakan banyak pemegang saham terkait regulasi baru untuk mencegah adanya praktik penghindaran pajak dengan mengecilkan penghasilan. Kami juga telah mendengar komentar mereka terkait hal ini,” katanya, kemarin (14/9).

Baca Juga:
Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

Menurut juru bicara tersebut, para pemegang saham merasa usulan regulasi yang baru tersebut kurang berpihak kepada mereka dan dapat melukai proses bisnis yang sudah terjadi selama ini. Dia juga mengatakan semuanya masih dalam proses.

Sementara itu, Ketua House Ways and Means Committee Kevin Brady menyatakan pertemuan tersebut sangat bermanfaat untuk membangun pemahaman. Pasalnya, dalam pertemuan itu Jack telah menjelaskan mengapa regulasi baru ini amat penting untuk direalisasikan.

“Saya sarankan kepada teman-teman di Kementerian Keuangan untuk mendengarkan apa komentar para pemegang saham dengan saksama,” kata Kevin seperti dilansir The Hill.

Baca Juga:
HUT ke-9, Tax Center Gunadarma Komitmen Dukung Penerapan Coretax

Selain itu, dia juga menyarankan untuk memperbaiki beberapa peraturan dalam proposal sehingga pemerintah bisa melihat umpan balik para pemegang saham tersebut sebelum akhirnya disahkan.

Kevin juga menekankan perlu adanya analisis biaya dan manfaat yang timbul dari pembuatan regulasi tersebut. Hal ini karena peraturan tersebut tergolong besar dan tentunya membutuhkan biaya yang besar pula. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:00 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Kanwil DJP Jawa Timur II Kukuhkan 474 Relawan Pajak 2025

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 11:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Naik 29,3 Persen

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI