Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pencairan restitusi pajak masih tetap tumbuh double digit di tengah kinerja penerimaan pajak yang masih terkontraksi. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (30/10/2020).
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak (DJP) Ihsan Priyawibawa mengatakan pencairan restitusi pada Januari—September 2020 senilai Rp142,9 triliun. Realisasi itu tumbuh sekitar 15,7% dibandingkan dengan kinerja periode yang sama tahun lalu senilai Rp 123,5 triliun.
“Peningkatan restitusi pada PPN (pajak pertambahan nilai) dalam negeri salah satunya disebabkan oleh pemanfaat insentif restitusi dipercepat,” katanya.
Selain mengenai restitusi, masih ada pula bahasan mengenai pengawasan yang dilakukan wajib pajak terhadap dua segmentasi wajib pajak. Seperti diketahui, DJP membagi wajib pajak menjadi 2, yakni wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pencairan restitusi pada senilai Rp142,9 triliun terbagi menjadi 3. Pertama, restitusi dipercepat Rp36,4 triliun atau tumbuh 30,7% (year on year/yoy). Kedua, restitusi karena upaya hukum Rp21,9 triliun atau tumbuh 5,7%. Ketiga, restitusi normal Rp84,6 triliun atau tumbuh 9,8%.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak DJP Ihsan Priyawibawa mengatakan meskipun double digit, pertumbuhan pencairan restitusi tahun ini tidak setinggi tahun lalu. Apalagi, ada kecenderungan penurunan dalam beberapa bulan terakhir.
Restitusi yang menurun cukup banyak dari tahun lalu adalah restitusi akibat upaya hukum. Restitusi dipercepat naik cukup tinggi karena dampak dari pemberian insentif untuk merespons pandemi Covid-19. (Kontan)
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan setidaknya ada 4 tujuan yang ingin dicapai DJP dengan skema pengawasan dengan segmentasi wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya.
Pertama, optimalisasi penerimaan pajak dan perluasan basis pajak melalui upaya pengawasan kepatuhan wajib pajak secara lebih intensif dan komprehensif berbasis segmentasi wajib pajak. Kedua, alokasi sumber daya pengawasan secara lebih efektif dan efisien.
Ketiga, peningkatan kualitas penelitian (SP2DK dan LHP2DK) serta realisasinya. Keempat, peningkatan kualitas hasil pemeriksaan dan penyelesaiannya secara lebih cepat. (DDTCNews)
Pemerintah ingin menarik dana masuk ke dalam negeri untuk aktivitas yang produktif. Keinginan pemerintah tersebut menjadi alasan dikecualikannya dividen dari objek pajak penghasilan (PPh) jika diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Ketentuan ini merupakan bagian dari revisi UU PPh yang masuk dalam UU Cipta Kerja.
“Asal [dividen tersebut] untuk investasi atau menanamkan modal ya bebas pajak. Apabila tidak atau dia [dividen] menganggur, dia kena pajak. Itu tujuannya supaya kita bisa mendorong dana-dana bisa menjadi lebih produktif,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (Kontan/DDTCNews)
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan jasa keuangan dan asuransi juga termasuk sektor usaha yang paling taat membayar pajak. Jasa keuangan dan asuransi saat ini menjadi salah satu dari 6 sektor usaha utama dalam penerimaan pajak.
"Saya bisa katakan bahwa sektor keuangan juga salah satu penyumbang pajak yang tinggi. Karena dia highly regulated maka tingkat ketaatan di sektor keuangan terhadap pajak juga relatif lebih tinggi," katanya. (Bisnis Indonesia/DDTCNews)
Wajib pajak yang melakukan penelitian dan pengembangan (Litbang) melalui skema kerja sama harus membuat 1 proposal kegiatan bersama.
Dalam skema itu, masing-masing wajib pajak turut menanggung biaya Litbang. Proposal kegiatan Litbang bersama tersebut, sesuai dengan ketentuan dalam PMK 153/2020, menjadi syarat untuk memperoleh tambahan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 200%. (DDTCNews) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.