PAJAK merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi penerimaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mengingat pentingnya peranan pajak tersebut, pemerintah terus berupaya untuk menggali potensi pajak yang ada di Indonesia.
Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kepatuhan bagi para Wajib Pajak (tax compliance). Kepatuhan Wajib Pajak menjadi aspek penting yang harus diperhatikan, mengingat Indonesia saat ini menganut sistem perpajakan Self-Assessment.
Pada sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Sistem ini mulai diterapkan di Indonesia sejaktahun 1983, setelah sebelumnya menerapkan sistem perpajakan Official Assessment.
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh International Monetary Fund (IMF) untuk tahun 2017, rasio pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia adalah sekitar 12% dan berada di bawah rata-rata rasio pajak regional ASEAN yaitu sebesar 15,4%. Salah satu penyebab rendahnya rasio tersebut adalah kurangnya kesadaran dari Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
Untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, salah satu cara yang dapat dilakukan Pemerintah adalah memberikan edukasi dan pemahaman kepada Wajib Pajak melalui penyuluhan dan sosialisasi tentang sistem perpajakan di Indonesia. Namun, hal tersebut menemui kendala seperti terbatasnya jumlah pegawai pajak dalam melayani jumlah penduduk Indonesia yang sangat banyak.
Ditjen Pajak mengungkapkan bahwa pada tahun 2016 hanya terdapat 5.882 pegawai pajak di bidang penyuluhan. Jumlah tersebut hanya mampu melakukan penyuluhan secara langsung kepada 1,6 juta jiwa masyarakat per tahun. Hal ini tentunya tidak sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 261,1 juta jiwa dengan luas wilayah yang terbentang dari Sabang sampai Merauke.
Sekarang ini telah banyak Kantor Konsultan Pajak di Indonesia untuk membantu Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Lantas, bagaimana dengan Wajib Pajak yang berasal dari golongan menengah kebawah? Tentunya mereka tidak memiliki biaya yang cukup untuk membayar jasa konsultan tersebut.
Namun, bisa saja mereka berkonsultasi di Kantor Pelayanan Pajak secara gratis, akan tetapi hal ini terbentur dengan terbatasnya jumlah fiskus yang jumlahnya tidak sebanding dengan Wajib Pajak, terlebih jika konsultasinya dilakukan pada batas akhir pelaporan pajak pasti menimbulkan antrean yang sangat panjang. Hal inilah yang harus segera diatasi oleh Pemerintah. Salah satu solusi yang dirasa efektif yaitu dengan mengangkat relawan pajak darimahasiswa di Perguruan Tinggi.
Pengabdian dan Pelayanan kepada Masyarakat merupakan salah satu poin Tri Dharma Perguruan Tinggi, hal ini tentunya selaras dengan kegiatan relawan pajak dalam memberikan edukasi perpajakan kepada masyarakat.
Mengasah Kemampuan
KEGIATAN relawan pajak ini juga dapat dijadikan sebagai sarana dalam mengasah kemampuan mahasiswa dalam bidang pajaknya. Saat ini ruang lingkup kegiatan relawan pajak hanya seputar Konsultasi Pengisian SPT Tahunan Orang Pribadi, namun tidak menutup kemungkinan layanan dari relawan pajak akan terus berkembang ke sektor pajak lainnya.
Kegiatan relawan Pajak ini telah dilakukan oleh Mahasiswa Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma. Universitas Indonesia telah melakukan kegiatan relawan pajak sejak tahun 2013 yang dicanangkan oleh Program Studi Administrasi Perpajakan. Sementara itu, Universitas Gunadarma baru menjalankan kegiatan ini pada tahun 2017 dan dinaungi oleh Tax Center.
Berdasarkan kegiatan relawan pajak yang telah dilakukan oleh kedua Universitas ini, terdapat dua model untuk melakukan kegiatan tersebut yakni relawan pajak yang dinaungi oleh program studi dan Tax Center. Perbedaan model tersebut membuka pilihan bagi Perguruan Tinggi lain untuk melaksanakan kegiatan sejenis.
Pembangunan tim relawan pajak harus didasari oleh standar tertentu agar tidak merugikan pihak lain. Para calon anggota tim relawan pajak harus melalui beberapa tahapan antara lain tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Tahap persiapan dimulai dengan seleksi tim konsultan dan tim supporting. Mahasiswa yang terpilih menjadi bagian dari tim konsultan diberikan materi yang cukup sebagai bekal sebelum pelaksanaan kegiatan.
Selama pelaksanaan kegiatan, relawan pajak harus memenuhi SOP yang telah ditetapkan sebelumnya. Terakhir, evaluasi dilakukan setelah kegiatan berlangsung. Evaluasiini juga dapat dilakukan melalui kuesioner yang diberikan kepada peserta konsultasi.
Tabel 1. Perkembangan Kegiatan yang dilakukan oleh Tim Relawan Pajak Universitas
Peserta konsultasi dalam kegiatan relawan pajak yang dilakukan Universitas Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Sayangnya, kegiatan ini baru dapat terealisasi di lingkungan Universitas Indonesia dan wilayah Depok. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya sumber daya yang tersedia.
Akan tetapi, jika kegiatan relawan pajak ini berhasil menjadi acuan bagi Perguruan Tinggi lainnya untuk melakukan hal serupa, tentunya hal tersebut dapat meringankan tugas fiskus dalam memberikan edukasi perpajakan bagi masyarakat.
Kegiatan relawan pajak diharapkan dapat membantu masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya serta membentuk generasi mendatang yang sadar akan pajak. Keberhasilan tersebut akan memberikan dampak positif bagi peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dan pendapatan negara dari sektor pajak.*
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.