FILIPINA

Reformasi Pajak, Objek PPN Diperluas

Redaksi DDTCNews | Senin, 22 Mei 2017 | 14:45 WIB
Reformasi Pajak, Objek PPN Diperluas

MANILA, DDTCNews – Pemerintah Filipina menilai reformasi pajak yang akan segera dilakukan dapat mengendalikan beban pemerintah atas pengecualian pajak pertambahan nilai (PPN) yang selama ini diberikan terhadap sejumlah barang dan jasa.

Wakil Menteri Keuangan Filipina Karl Kendrick Chua mengatakan selama ini pemerintah Filipina harus menanggung beban sebesar ₱90,7 miliar atau sekitar Rp24,4 triliun per tahun atas keringanan PPN tersebut.

“Kami akan merombak sistem pajak negara yang sudah ketinggalan zaman dengan memperluas basis PPN melalui penghapusan sejumlah barang dan jasa yang dibebaskan PPN,” ungkapnya, Jumat (19/5).

Baca Juga:
Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Chua mengatakan dalam aturan yang lama terdapat sekitar 59 barang dan jasa yang mendapatkan pengecualian dan dibebaskan dari PPN, serta 84 jenis barang dan jasa khusus yang diatur dalam UU PPN. Pengecualian tersebut menyebabkan adanya kebocoran pendapatan secara besar-besaran.

Untuk melindungi masyarakat kelas menengah ke bawah dan sektor rentan lainnya, House Bill 4774 tetap akan mempertahankan pembebasan PPN bagi manula, penyandang cacat, bahan pokok serta biaya kesehatan dan pendidikan.

“Selain itu, semua pembelian barang yang berasal dari toko kecil dengan penjualan di bawah ₱3 juta atau sekitar Rp807 juta tidak akan dikenakan PPN,” jelasnya.

Baca Juga:
Tarif Naik, Sri Mulyani Sebut Banyak Barang dan Jasa Tetap Bebas PPN

House Bill 4774 adalah versi pertama yang disahkan oleh Kementerian Keuangan Filipina tentang Program Reformasi Pajak Komprehensif (RKP) dari pemerintahan Presiden Duterte. Selain menurunkan tarif pajak penghasilan orang pribadi dan memperluas basis PPN, Undang-Undang tersebut juga memuat ketentuan yang mengatur tarif cukai untuk bahan bakar dan mobil.

Chua mencatat meskipun tarif PPN Filipina adalah yang tertinggi di wilayah ASEAN yakni sebesar 12%, seperti dilansir dalam tax-news.com, tingkat efisiensi dan pengumpulan rezim PPN jauh lebih rendah daripada ekonomi di Asia Tenggara lainnya, dengan pencapaian setara dengan rata-rata hanya 4,2% dari produk domestik bruto (PDB).

“Sebaliknya, tarif PPN Thailand lebih rendah yaitu 7%, namun efisiensi dan pemungutan hasil pendapatan juga setara dengan sekitar 4,2% dari PDB karena pengecualian PPN hanya terbatas pada 35 item,” kata Chua. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 27 Desember 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Pedagang Gunakan QRIS untuk Pembayaran, Konsumen Bayar PPN 12 Persen?

Kamis, 12 Desember 2024 | 11:07 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Tarif Naik, Sri Mulyani Sebut Banyak Barang dan Jasa Tetap Bebas PPN

Rabu, 11 Desember 2024 | 17:26 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal PPN 12% untuk Barang Mewah, Sri Mulyani: Kami Hitung dan Siapkan

BERITA PILIHAN
Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:30 WIB KILAS BALIK 2024

Mei 2024: Fitur e-Bupot Diperbarui, Insentif Perpajakan di IKN Dirilis

Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:00 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2023

DJP Sampaikan 491 Laporan Gratifikasi di 2023, Nilainya Rp691,8 Miliar

Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

DJBC Kembangkan Aplikasi CEISALite, Hanya Aktif Jika Hal Ini Terjadi

Sabtu, 28 Desember 2024 | 07:30 WIB TIPS PAJAK

Cara Login Aplikasi Coretax DJP

Jumat, 27 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

NIB Pelaku Usaha Bisa Berlaku Jadi ‘Kunci’ Akses Kepabeanan, Apa Itu?

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA SELATAN I

Tak Setor PPN Rp679 Juta, Direktur Perusahaan Dijemput Paksa

Jumat, 27 Desember 2024 | 17:00 WIB KILAS BALIK 2024

April 2024: WP Terpilih Ikut Uji Coba Coretax, Bonus Pegawai Kena TER

Jumat, 27 Desember 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

2025, BI Beli SBN di Pasar Sekunder dan Debt Switch dengan Pemerintah