Hellington Patopang
,PENERIMAAN negara bukan pajak (PNBP) merupakan pungutan yang dibayar orang pribadi/badan dengan memperoleh manfaat, baik langsung maupun tidak langsung, atas layanan/pemanfaatan sumber daya serta hak yang diperoleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pungutan tersebut menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah. Adapun pungutan tersebut dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
PNBP memiliki dua fungsi, yaitu penganggaran (budgetary) dan pengaturan (regulatory). Dalam fungsi budgetary, PNBP berkontribusi sebagai sumber pendapatan negara yang cukup besar dalam menunjang APBN. Hal ini dilakukan melalui optimalisasi penerimaan negara.
Dalam menjalankan fungsi regulatory, PNBP berperan penting dan strategis dalam mendukung kebijakan pemerintah untuk pengendalian serta pengelolaan kekayaan negara, termasuk pemanfaatan sumber daya alam (SDA).
Pengendalian dan pengelolaan SDA sangat penting karena terkait dengan upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat, kemandirian bangsa, serta pembangunan nasional berkelanjutan dan berkeadilan. Adapun PNBP meliputi PNBP dari SDA, kekayaan negara dipisahkan (KND), PNBP lainnya, serta PNBP dari badan layanan umum (BLU).
Dalam periode 5 tahun terakhir, yakni 2019-2023, kinerja PNBP tumbuh fluktuatif seiring dengan dinamika perekonomian dan volatilitas harga komoditas utama dunia. Pertumbuhan rata-rata PNBP sebesar 10,0% per tahun.
Pada 2020, PNBP mengalami kontraksi sebesar 15,9% (year on year/yoy) sebagai akibat pandemi dan penurunan harga komoditas. Kemudian, pertumbuhan tertinggi terjadi pada 2021 sebesar 33,4% akibat kenaikan harga minyak bumi, mineral dan batu bara, serta crude palm oil (CPO) di tengah pemulihan ekonomi.
Pada 2023, realisasi PNBP mencapai Rp612,6 triliun atau tumbuh 2,8%. Capaian ini merupakan posisi tertinggi sepanjang sejarah PNBP. Hal ini terutama didukung oleh pertumbuhan signifikan dari PNBP KND dan PNBP BLU.
Namun demikian, success story capaian PNBP ini masih diselimuti berbagai permasalahan terkait dengan tata kelola. Ada beberapa temuan terkait dengan PNBP oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023.
Temuan itu antara lain PNBP yang terlambat/belum disetor ke kas negara dan/atau PNBP yang kurang/tidak dipungut; penggunaan langsung atas pungutan yang belum memiliki dasar hukum dan PNBP yang telah memiliki dasar hukum; serta permasalahan lainnya dalam pengelolaan PNBP.
Selain itu, terdapat permasalahan terkait dengan pengelolaan piutang bukan pajak. Temuan-temuan tersebut menjadi momok dalam pengelolaan PNBP. Hal ini dikarenakan temuan tersebut sudah berulang dari tahun ke tahun.
Berbagai tindak lanjut atas rekomendasi BPK sudah dilaksanakan. Namun demikian, upaya untuk mengurangi, bahkan menghilangkan temuan yang sama tersebut, masih belum bisa dilakukan. Formula yang tepat belum ditemukan.
Upaya peningkatan pengawasan masih menghadapi berbagai kendala. Adapun kendala itu seperti rentang kendali pengawasan yang panjang akibat banyaknya jumlah satuan kerja pengelola PNBP di berbagai kementerian dan lembaga (K/L). Kemudian, ada faktor kurangnya infrastruktur pengawasan serta masih belum idealnya jumlah sumber daya manusia pengawasan.
Saat ini, upaya perbaikan pengawasan PNBP meliputi sinergi antarunit/instansi. Sinergi itu antara lain melalui joint program, pemanfaatan sistem pengawasan (e-mawas), dan pertukaran data. Kemudian, ada penggunaan data analytics proyeksi PNBP serta pelaksanaan bimbingan teknis pengawasan kepada aparat pengawasan intern pemerintah (APIP) K/L.
UNTUK memperlebar ruang fiskal pemerintah, optimalisasi PNBP merupakan suatu keniscayaan. Namun demikian, upaya optimalisasi PNBP harus tetap menjaga kelestarian lingkungan dan aspek keadilan antargenerasi.
Pengalian potensi PNBP baru dan penyesuaian tarif harus disertai upaya perbaikan layanan publik yang makin berkualitas serta terjangkau. Dalam pengelolaan PNBP, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku pengelola fiskal mempunyai beberapa kewenangan.
Pertama, menyusun kebijakan umum pengelolaan PNBP. Kedua, mengevaluasi, menyusun, dan/atau menetapkan jenis dan tarif PNBP pada instansi pengelola (IP) PNBP berdasarkan pada usulan dari IP PNBP. Ketiga, melakukan pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban PNBP.
Kemenkeu, dalam hal ini Direktorat Jenderal Anggaran (DJA), telah mencanangkan misi untuk mewujudkan PNBP yang optimal melalui tata kelola, pengawasan, serta pelayanan yang efektif dan akuntabel.
Untuk itu, diperlukan upaya penguatan peran, kewenangan, bahkan kapasitas DJA. Penguatan peran dibutuhkan terkait dengan evaluasi dan penilaian terhadap target PNBP yang diusulkan K/L, pengawasan melalui sinergi pengawasan/pemeriksaan PNBP, serta perbaikan tata kelola PNBP.
Perbaikan regulasi – yang dilakukan melalui evaluasi dan penyempurnaan ketentuan – tidak hanya terbatas pada jenis dan tarif PNBP, pengelolaan, keberatan, keringanan, pengembalian, serta pemeriksaan PNBP.
Lebih dari itu, diperlukan penguatan database PNBP melalui pertukaran data internal dan eksternal Kemenkeu. Hal ini termasuk kegiatan joint program melalui penguatan joint analysis, joint proses bisnis dan teknologi informasi, joint audit, joint collection, serta secondment dengan instansi di internal atau eksternal Kemenkeu.
Selain sebagai eksekutif dalam pengelolaan PNBP, kewenangan Kemenkeu meliputi fungsi legislatif untuk membuat aturan jenis dan tarif PNBP dan/atau ketentuan pelaksanaan undang-undang PNBP. Ada pula fungsi yudikatif dalam hal menolak atau mengabulkan permohonan keberatan, keringanan, dan pengembalian PNBP.
Disisi lain, Kemenkeu belum memiliki kewenangan dalam melakukan pemeriksaan PNBP. Kemudian, belum ada juga kewenangan penyidikan. Sejatinya, kedua kewenangan itu sangat penting untuk efektivitas pemungutan PNBP.
Artinya, ruang lingkup dalam pengelolaan PNBP, baik yang dilakukan oleh menteri keuangan selaku bendahara umum negara maupun K/L selaku IP PNBP, begitu luas.
Oleh karena itu, upaya penguatan tugas dan fungsi, struktur, serta organisasi dalam pengelolaan PNBP perlu dikaji secara komprehensif. Tujuannya untuk memetakan upaya perbaikan pengelolaan PNBP secara keseluruhan.
Sementara itu, pada saat ini, DJA terus berupaya melakukan penyempurnaan pengaturan atas pengelolaan PNBP. Hal tersebut dilakukan dengan sasaran pengelolaan PNBP makin profesional, transparan, bertanggung jawab, serta berkeadilan.
* Artikel opini ini merupakan pendapat pribadi dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.