JAKARTA, DDTCNews – Beberapa kalangan masyarakat menyayangkan keputusan DPR yang kembali mengulur pembahasan Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) melalui Sidang Paripurna.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah mengatakan keputusan yang diketok dalam Sidang Paripurna itu menimbulkan kekecewaan publik. Menurutnya pembahasan RUU KUP harus dipercepat dan DPR harus lebih mengesampingkan kepentingan politik.
“Saya rasa pembahasan RUU KUP harus dipercepat. Masyarakat sudah siap dengan AEoI (Automatic Exchange of Information), tapi DPR justru mengulur pembahasan itu. Ini kan kepentingan nasional, kalau DPR tidak mementingkan kepentingan nasional maka lebih baik mundur saja,” ujarnya kepada DDTCNews, Kamis (9/11).
AEoI atau keterbukaan informasi keuangan nasabah perbankan dalam kepentingan pajak akan efektif berjalan di Indonesia pada tahun 2018. Sementara RUU KUP sebagai landasan utama kebijakan pajak Indonesia, pembahasannya kembali diundur, meski pemerintah sudah punya UU Nomor 9 tahun 2017.
Dia pun menegaskan RUU KUP pun berisi mengenai penguatan kewenangan Ditjen Pajak dalam memungut pajak, mengingat pajak sangat berkontribusi terhadap penerimaan negara. Urgensi pembahasan RUU KUP juga mengarah pada pembangunan masyarakat melalui dana pajak.
Karena urgensi itu, Maryati menyebutkan perlunya insentif maupun disinsentif kepada DPR yang tidak mempercepat pembahasan RUU KUP seperti jaminan tidak dipilihnya lagi anggota DPR terkait. Kontrol publik terhadap hal tersebut pun menjadi salah satu acuan dalam mendorong DPR agar lebih mementingkan kepentingan nasional dibanding politik.
Di samping itu, tax competition juga bisa menjadi salah satu pertimbangan untuk mempercepat pembahasan RUU KUP. Hal itu tercermin pada berbagai aksi ‘wah’ yang dilakukan oleh Singapura saat pemerintah Indonesia melaksanakan program pengampunan pajak.
“Saat Indonesia menyelenggarakan program tax amnesty saja, Singapura sudah melakukan berbagai aksi yang Wah. Apa lagi kalau nanti kita punya banyak tools untuk menaikkan penerimaan pajak, pasti korporasi dan negara lain juga akan beromba untuk menggaet investor ke negara mereka,” paparnya. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.