INGGRIS

Pungutan Pajak Diprediksi Meningkat Setelah Pandemi Corona Berlalu

Redaksi DDTCNews | Jumat, 10 April 2020 | 07:00 WIB
Pungutan Pajak Diprediksi Meningkat Setelah Pandemi Corona Berlalu

Ilustrasi.

LONDON, DDTCNews—Masyarakat Inggris diprediksi akan menghadapi beban pajak tambahan pasca pandemi Corona berlalu. Apalagi, pemerintah telah mengguyur miliaran poundsterling untuk penanggulangan Corona.

Ahli ekonomi dari Institute for Fiscal Studies Philip Booth mengatakan pandemi Corona memiliki dampak besar terhadap pelemahan ekonomi. Kondisi tersebut, lanjutnya, berpotensi memukul kinerja penerimaan pajak hingga 10% tahun ini.

Belum lagi, pemerintah jorjoran memberikan stimulus ekonomi. Nilai stimulus dan insentif ditaksir mencapai £120 miliar. Dari total nilai itu, sekitar £60 miliar diberikan dalam bentuk relaksasi PPh badan dan orang pribadi selama masa karantina diberlakukan.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

“Warga Inggris akan dipukul dengan kenaikan pajak darurat untuk mendanai pengeluaran penanggulangan virus Corona ke depannya,” katanya Kamis (9/4/2020.

Booth menjelaskan pandemi Corona memang mengakibatkan kekacauan dalam pola pasokan dan permintaan. Geliat ekonomi pun melempem seir.ng dengan kegiatan masyarakat yang dibatasi dalam mencegah penyebaran Corona.

Situasi tersebut memaksa pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan stimulus untuk kelas pekerja, pemilik bisnis dan meningkatkan jaminan sosial.

Baca Juga:
Malaysia Berencana Kenakan Pajak atas Dividen sebesar 2 Persen

Inggris, kata Booth, tak ubahnya seperti tengah menghadapi masa perang. Alhasil pilihan pemerintah untuk mengatasi itu hanya terbatas kepada tiga hal yakni peningkatan pajak, mencetak uang dan menerbitkan surat utang.

Booth menilai opsi mencetak uang baru bukan pilihan terbaik karena berdampak terhadap meningkatnya angka inflasi dan biaya hidup masyarakat yang melonjak. Alhasil, pilihan yang realistis hanya menaikkan pajak atau menerbitkan surat utang.

“Covid-19 tak seperti masa perang meski efeknya yang sama kepada perekonomian. Selain itu negara yang melakukan pencetakan uang baru juga belum tentu ekonominya menjadi lebih baik,” tuturnya dilansir dari The Express. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Minggu, 20 Oktober 2024 | 14:00 WIB HONG KONG

Negara Ini Bakal Pangkas Tarif Bea Masuk Minuman Beralkohol

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN