AMERIKA SERIKAT

Prinsip Arm's Length Bisa untuk Ekonomi Digital

Redaksi DDTCNews | Kamis, 02 Agustus 2018 | 11:31 WIB
Prinsip Arm's Length Bisa untuk Ekonomi Digital

Kantor pusat IRS di Washington, Amerika Serikat. (Foto: arstechnica.com)

WASHINGTON, DDTCNews – Otoritas pajak Amerika Serikat (Internal Revenue Services/ IRS) menilai digitalisasi ekonomi bisa menciptakan tantangan dalam menerapkan metode transfer pricing. Namun prinsip standar arm's-length masih menjadi pendekatan yang lebih baik untuk diterapkan.

Seperti dilansir Tax Notes International, Office of Associate Chief Counsel International IRS Joseph Dewald setuju terhadap skema formularium apportionment yang digunakan sebagai solusi untuk memajaki ekonomi digital.

“Formularium apportionment justru bisa berpotensi membawa masalah, termasuk juga soal reliabilitas karena mungkin skema ini tidak perlu fokus pada kontribusi dan nilai tambah dari para pihak lain,” katanya seperti dilansir Tax Notes International Vol.91 No.4, Senin (23/7).

Baca Juga:
Mengapa TP Doc Perlu Dibuat Sejak Awal Tahun? Cermati Alasannya

Lebih lanjut dia menyatakan perkembangan digitalisasi bisa menimbulkan penilaian yang cukup rumit dan menimbulkan berbagai masalah. Maka dari itu, IRS masih mempertimbangkan terkait transaksi dengan yang dilakukan secara cloud diperlakukan sebagai layanan atau justru termasuk sewa.

Menurutnya aturan yang ada sudah cukup memadai untuk menentukan pricing atas transaksi perusahaan intragrup. Apalagi peraturan yang berlaku memungkinkan untuk mencari strategi lain dalam menentukan pendekatan yang tepat.

“Saya pikir semua aturan yang ada cenderung mencoba mendapatkan satu jawaban sederhana dan itu adalah berapa harga arm's-length, dan berapa harga pihak tidak terkait akan setuju jika mereka terlibat dalam transaksi ini?” ungkapnya.

Baca Juga:
PMK 172/2023: Mengapa Pendekatan Ex-Ante Penting bagi Wajib Pajak?

Dewald juga mencatat oposisi AS terhadap pendekatan yang diusulkan di Uni Eropa, termasuk arahan yang diusulkan Komisi Eropa soal pajak omzet 3% pada layanan digital dan aturan jangka panjang untuk memaksakan pajak perusahaan pada perusahaan dengan kehadiran digital yang signifikan.

Dalam memperhatikan pentingnya peningkatan aset tak berwujud dan cara berbeda untuk menciptakan nilai digitalisasi, tindakan jangka panjang yang diusulkan Komisi Eropa menuntut ambang batas Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang lebih rendah khusus untuk perusahaan jasa digital.

Menurut Dewald, pendekatan OECD yang ditetapkan untuk pengalokasian laba mengatur perusahaan dengan hanya kehadiran digital tetap harus memberikan sedikit keuntungan atau menyetor pajak kepada yurisdiksi, seperti halnya diperlakukan sebagai BUT.

Baca Juga:
Meski Bukan Mandatory, Indonesia Dinilai Perlu Adopsi Pilar 1 Amount B

Jika ada BUT, otoritas pajak harus menentukan berapa banyak keuntungan yang dialokasikan untuk BUT. Untuk melakukan ini, petugas umumnya memperlakukan BUT sebagai entitas terpisah dari perusahaan dan menerapkan prinsip arm's-length ke transaksi yang terjadi di antara perusahaan.

Untuk menerapkan prinsip arm's-length tersebut, petugas pajak harus mengetahui di mana fungsi, aset, dan risiko dari perusahaan. Cara yang biasanya dilakukan adalah dengan menerapkan skema significant people function.

“Jadi jika Anda memiliki skala tanpa massa di suatu negara, tetapi kehadirannya meningkat ke tingkat BUT, alokasi keuntungan BUT mungkin sangat kecil karena mereka tidak akan memiliki banyak fungsi orang yang terjadi di negara mereka,” pungkasnya. (Gfa/Amu)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 17 Oktober 2024 | 15:33 WIB DDTC EXCLUSIVE GATHERING 2024

Mengapa TP Doc Perlu Dibuat Sejak Awal Tahun? Cermati Alasannya

Senin, 07 Oktober 2024 | 10:11 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

PMK 172/2023: Mengapa Pendekatan Ex-Ante Penting bagi Wajib Pajak?

Kamis, 03 Oktober 2024 | 19:08 WIB INTERNATIONAL TAX CONFERENCE 2024

Meski Bukan Mandatory, Indonesia Dinilai Perlu Adopsi Pilar 1 Amount B

Kamis, 03 Oktober 2024 | 18:00 WIB INTERNATIONAL TAX CONFERENCE 2024

Ini Sebab Isu Transfer Pricing Makin Krusial dalam Pemeriksaan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN