Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kedua kiri), Sekretaris Kementerian PPN Teni Widuriyanti (kiri), Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kedua kanan), dan Thomas A. M. Djiwandono (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2024). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/tom.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mengaku akan mempertimbangkan pandangan fraksi-fraksi di DPR atas kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun depan.
Dalam jawaban pemerintah atas pandangan fraksi-fraksi di DPR terhadap RABPN 2025, pemerintah menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN pada tahun depan merupakan bentuk dari penerapan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Meski demikian, pemerintah mengaku siap mengkaji konsekuensi dari kenaikan tarif tersebut. "Pemerintah akan terus mengkaji dan akan sangat berhati-hati dalam melakukan implementasinya. Seluruh rancangan kebijakan akan mempertimbangkan berbagai aspek, terutama aspek ekonomi sehingga penerapannya akan tepat, efektif, dan terukur," ungkap pemerintah dalam jawabannya, dikutip Senin (9/9/2024).
Pemerintah pun berdalih bahwa UU HPP tidak hanya mengatur tentang kenaikan tarif PPN, melainkan juga memberikan insentif permanen bagi UMKM berupa fasilitas omzet tidak kena pajak hingga Rp500 juta. Barang dan jasa tertentu seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan juga tetap dibebaskan dari pengenaan PPN.
Insentif-insentif pajak di atas juga disinergikan dengan pengendalian inflasi dan penguatan perlindungan sosial.
"Dengan demikian, setiap kebijakan yang akan diambil pemerintah termasuk kebijakan pajak dapat diminimalisir dampaknya serta tetap dapat mampu menjadi basis optimalisasi perpajakan jangka menengah panjang," tulis pemerintah.
Untuk diketahui, setidaknya terdapat 2 fraksi di DPR yang meminta pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan tarif PPN pada tahun depan. Fraksi dimaksud antara lain Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Kami meminta pemerintah untuk mempertimbangkan kembali penerapan PPN 12% pada 2025," kata Anggota DPR dari Fraksi PKB Ratna Juwita Sari saat membacakan pandangan fraksinya pada bulan lalu.
Menurut Ratna, pemerintah perlu menghitung ulang dampak kenaikan tarif PPN terhadap inflasi, biaya hidup, dan pengaruhnya terhadap usaha kecil dan menengah.
Adapun Fraksi PKS berpandangan kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan berpotensi makin menekan daya beli masyarakat. "Kenaikan tarif PPN kontraproduktif dengan daya beli masyarakat yang makin tertekan akibat berbagai guncangan ekonomi, seperti kenaikan harga BBM, bahan pokok, dan tingginya suku bunga kredit," kata Anggota DPR dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.