BERITA PAJAK HARI INI

PPh Bunga Obligasi Akan Dihapus

Redaksi DDTCNews | Selasa, 06 September 2016 | 11:42 WIB
PPh Bunga Obligasi Akan Dihapus

JAKARTA, DDTCNews – Pagi hari ini, Selasa (6/9) beberapa media nasional memberitakan rencana pemerintah yang akan menghapus pajak penghasilan (PPh) atas imbal hasil atau keuntungan surat berharga nasional (SBN) di tahun 2017 mendatang.

Pembahasan penghapusan PPh atas bunga obligasi itu diusulkan dalam revisi UU PPh. Langkah ini ditempuh guna melancarkan strategi utang pemerintah tahun depan, sekaligus menarik dana asing untuk masuk.

Selain itu, keputusan ini didasarkan atas rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah menemukan PPh yang ditanggung pemerintah atas bunga obligasi negara sebesar Rp4,71 triliun pada laporan keuangan pemerintah tahun 2015.

Baca Juga:
PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Menurut BPK perhitungan PPh tersebut tidak mempertimbangkan ketentuan dalam tax treaty atau kesepakatan bilateral antar negara. Dengan tax treaty mestinya tarif PPh yang ditanggung pemerintah atas obligasi negara lebih kecil dari tarif normalnya sebesar 20%.

Kabar lainnya datang dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara yang menurun. Revisi target pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5,1% diprediksi akan mengakibatkan postur anggaran berubah. Berikut ringkasan beritanya:

  • Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Turun

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasi Nazara mengatakan dampak langsung revisi pertumbuhan ekonomi akan terasa di sisi penerimaan terutama penerimaan perpajakan. Namun, dia menuturkan pemerintah telah memiliki formula untuk melihat efek penurunan tersebut secara umum dengan melihat sensivitas atas setiap perubahan asumsi makro terhadap postur anggaran APBN-P 2016.

Baca Juga:
Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini
  • DPR Pertanyakan Belanja Kementerian Dipangkas

Komisi VII DPR mempertanyakan pemotongan anggaran belanja pemerintah pusat dan daerah tahun ini hingga Rp137 triliun. Pasalnya, APBN-P 2016 baru dibahas sebulan lalu tapi kini ada perubahan baru lagi. Pengamat hukum Refly Harun mengatakan legislatif dan eksekutif memiliki wewenang masing-masing pada APBN. Sementara, persetujuan DPR tak sampai program dan kegiatan, hanya sebatas penetapan anggaran. Sepanjang yang berubah adalah ranahnya eksekutif, maka legislative tak bisa mempermasalahkan.

  • Aplikasi Chatting Gerus PNBP Komunikasi

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) menyatakan penggunaan aplikasi sosial media dan chatting seperti Whatsapp, Blackberry Messenger, dan lainnya telah memangkas penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor komunikasi. Dalam RAPBN 2017, Kominfo mengusulkan target PNBP sektor komunikasi diturunkan sebesar Rp13,1 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan target APBN-P 2016 yang mencapai Rp14 triliun.

  • DPD Minta DAU Jangan Ditunda

DPD mendesak pemerintah untuk tidak menunda dana alokasi umum (DAU) bagi pemerintah daerah pada anggaran 2017. Pasalnya dana itu merupakan wujud dukungan pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Ketua Komite IV DPD Ajiep Padindang mengatakan untuk mengatasi shortfall Rp219 triliun, pemerintah bisa melakukan pengurang di pos lain seperti dana alokasi khusus (DAK) dan menegosiasi kembali pembayaran utang luar negeri.

  • Imbal Hasil Ritel Jadi Acuan Penerbitan SBN

Pemerintah berencana menggunakan acuan penentuan imbal hasil surat berharga negara (SBN) ritel. Langkah ini diharapkan meningkatkan keterlibatan banyak kelompok investor dalam pembiayaan APBN. Kepemilikan masyarakat Indonesia terhadap SBN ritel tidka sensitive terhadap pasar global sehingga mengurangi volatilitas dominasi kepemilikan asing. (Gfa)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

Selasa, 24 Desember 2024 | 09:07 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Coretax Berlaku 2025, DJP Online Tetap Bisa Digunakan Sementara

Senin, 23 Desember 2024 | 09:08 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN Barang Pokok dan Jasa Premium Masih Tunggu Penetapan Aturan Teknis

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?