Ilustrasi.
PARIS, DDTCNews - Yurisdiksi-yurisdiksi yang menandatangani dan meratifikasi multilateral convention (MLC) Pilar 1: Unified Approach tidak diperkenankan mengenakan pajak digital (digital services tax/DST) secara unilateral.
Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), proliferasi DST perlu dihentikan dalam rangka menciptakan sistem perpajakan internasional yang lebih berkepastian.
"Amount A Pilar 1 turut memuat klausul penghapusan dan penghentian DST atau pajak yang sejenis. Komitmen ini berlaku atas semua perusahaan, tidak terbatas pada perusahaan yang termasuk dalam Amount A Pilar 1," tulis OECD dalam The Multilateral Convention to Implement Amount A of Pillar One, dikutip Jumat (13/10/2023).
Bila suatu yurisdiksi yang telah menandatangani dan meratifikasi MLC tetap menerapkan DST atas pajak yang sejenis, yurisdiksi dimaksud tidak akan mendapatkan realokasi hak pemajakan sebagaimana yang diatur dalam Pilar 1.
Nantinya, negara-negara Inclusive Framework bakal membentuk Conference of the Parties yang bakal menetapkan apakah kebijakan pajak yang diterapkan oleh suatu yurisdiksi dapat dikategorikan sebagai DST atau tidak.
"Ketika Conference of the Parties menyatakan kebijakan yang ditetapkan oleh suatu yurisdiksi adalah DST, yurisdiksi tersebut tidak akan mendapatkan alokasi Amount A Pilar 1 hingga yurisdiksi tersebut mencabut DST," tulis OECD.
Merujuk pada MLC Pilar 1, suatu kebijakan pajak bakal dikategorikan sebagai DST bila pajak dibebankan berdasarkan kriteria berbasis pasar, pajak tersebut hanya dikenakan atas nonresiden atau perusahaan luar negeri, dan pajak tersebut berada di luar cakupan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).
"Seluruh DST dan kebijakan sejenis akan dihapus ketika Amount A Pilar 1 berlaku. Kebijakan-kebijakan yang sejenis akan ditangani lewat mekanisme evaluasi yang kuat oleh Conference of the Parties," tulis OECD.
Merujuk pada Annex A dari MLC Pilar 1, yurisdiksi-yurisdiksi yang perlu menghapuskan DST-nya masing-masing antara lain Austria, Prancis, India, Italia, Spanyol, Tunisia, Turki, dan Inggris.
Dengan diterbitkannya MLC, OECD berharap yurisdiksi-yurisdiksi anggota Inclusive Framework dapat menandatangani dokumen tersebut pada tahun ini dan baru diberlakukan pada 2025. Dengan demikian, setiap yurisdiksi memiliki waktu setidaknya setahun guna melaksanakan proses domestiknya masing-masing dalam rangka meratifikasi dan mengadopsi Pilar 1.
"MLC ditargetkan berlaku pada 2025. Ini memberi waktu kepada setiap yurisdiksi untuk melaksanakan proses konsultasi, legislatif, dan administratifnya masing-masing," tulis OECD.
Untuk diketahui, Pilar 1 akan menjadi landasan dari realokasi hak pemajakan kepada yurisdiksi pasar atas penghasilan yang diperoleh perusahaan multinasional. Dengan hadirnya Pilar 1, hak pemajakan akan direaloksasikan ke yurisdiksi pasar.
Yurisdiksi pasar mendapatkan hak pemajakan atas 25% dari residual profit yang diterima oleh korporasi multinasional yang tercakup pada Pilar 1. Adapun yang dimaksud dengan residual profit adalah setiap laba korporasi multinasional yang berada di atas laba global sebesar 10%. Sebagai contoh, bila laba global suatu korporasi multinasional dalam setahun mencapai 12%, residual profit adalah sebesar 2%.
Adapun perusahaan multinasional yang tercakup pada Pilar 1 adalah perusahaan dengan pendapatan global di atas EUR20 miliar dan profitabilitas di atas 10%. Dalam 7 tahun, threshold pendapatan global akan diturunkan dari EUR20 miliar menjadi EUR10 miliar. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.