PP 68/2009

Pesangon PHK Dibayarkan Bertahap, Pajaknya Bisa Bersifat Tidak Final

Redaksi DDTCNews | Kamis, 15 Juni 2023 | 13:30 WIB
Pesangon PHK Dibayarkan Bertahap, Pajaknya Bisa Bersifat Tidak Final

Ilustrasi buruh. Pekerja menyelesaikan produksi tas di pabrik milik PT Eksonindo Multi Product Industry (EMPI) di Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (14/62023). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang dipotong atas pesangon bagi karyawan bisa bersifat final ataupun tidak final.

PPh Pasal 21 bersifat final apabila pembayarannya dilakukan secara sekaligus atau bertahap dalam jangka waktu paling lama 2 tahun kalender. Kalau pembayarannya dilakukan bertahap melebihi 2 tahun kalender maka PPh Pasal 21 yang dikenakan tidak final.

"Dalam hal terdapat bagian penghasilan yang dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh 21 dilakukan sesuai dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas bruto seluruh penghasilan yang dibayarkan pada masing-masing tahun kalender," bunyi Pasal 6 ayat (1) PP 68/2009 dikutip pada Kamis (15/6/2023).

Baca Juga:
Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Perlu dicatat, uang pesangon yang dimaksud dalam PP 68/2009 juga mencakup bentuk-bentuk lain yang diberikan pemberi kerja. Termasuk, uang pisah ataupun penggantian cuti.

Pasal 1 ayat (4) beleid tersebut mendefinisikan uang pesangon sebagai penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk pengelola dana pesangon tenaga kerja kepada pegawai, dengan nama dan bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

Untuk perhitungan pajaknya, tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon ditentukan dengan tarif progresif sebagai berikut:

Baca Juga:
Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?
  • Sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50 juta.
  • Sebesar 5% atas penghasilan bruto di atas Rp50 juta sampai dengan Rp100 juta.
  • Sebesar 15% atas penghasilan bruto di atas Rp100 juta sampai dengan Rp500 juta.
  • Sebesar 25% atas penghasilan bruto di atas Rp500 juta.

Berikut ini adalah contoh perhitungan PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan berupa pesangon dengan jumlah Rp175.000.000.

Penghasilan bruto = Rp175.000.000
PPh Pasal 21 terutang
0% x Rp50.000.000 = Rp0
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp75.000.000 = Rp11.250.000

Total PPh Pasal 21 yang dipotong = Rp 13.750.000

Baca Juga:
WP Bisa Terima Bukti Potong Unifikasi secara Langsung di DJP Online

Dalam beberapa kasus, pembayaran uang pesangon yang seharusnya dilakukan sekaligus, tetapi masih dilakukan bagian pembayaran pada tahun ketiga. Misalnya, pembayaran masih diberikan senilai Rp50.000.000 pada tahun ketiga.

PPh Pasal 21 yang harus dipotong, sesuai dengan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh, adalah 5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Muhammad Nashrullah Arifin 15 Juni 2023 | 17:34 WIB

apa tidak menggunakan tarif PPh 21 Pasal 17 terbaru dengan batas bawah Rp 60jt?

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 18:30 WIB KOREA SELATAN

Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Jumat, 18 Oktober 2024 | 17:00 WIB KONSULTASI PAJAK

Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Bisa Terima Bukti Potong Unifikasi secara Langsung di DJP Online

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:39 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Suami Kena PHK, Istri (Karyawati) Bisa Peroleh Tambahan PTKP Keluarga

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN