UU HPP

Pesan dari UU HPP: Perbaiki Kepatuhan dan Lawan Penghindaran Pajak

Redaksi DDTCNews | Rabu, 13 Oktober 2021 | 13:23 WIB
Pesan dari UU HPP: Perbaiki Kepatuhan dan Lawan Penghindaran Pajak

Partner of Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Berlakunya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) bakal berimbas pada aspek kepatuhan wajib pajak dan upaya pemerintah dalam menangkal praktik penghindaran pajak.

Soal aspek kepatuhan ini, Partner of Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji menyampaikan, bisa dibedah lebih mendalam melalui 3 pendekatan yakni penegakan hukum, sosiologis, dan psikologis.

Perombakan regulasi perpajakan yang sudah dilakukan dalam 2 tahun terakhir, menurut Bawono, sebenarnya sudah mengakomodir 3 pendekatan di atas dalam memperbaiki iklim kepatuhan. Kebijakan yang paling berdampak terhadap kepatuhan adalah transformasi administrasi perpajakan yang sedang digarap pemerintah.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

"Hadirnya PSIAP [Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan] membuat administrasi makin mudah. Kemudian dalam UU Cipta Kerja telah dibuat penerapan sanksi yang proporsional," katanya dalam acara bertajuk 'Harmonisasi Pengaturan Pajak dan Digitalisasi Keuangan, Berdampak Baik?' pada Rabu (13/10/2021).

Tak berhenti di PSIAP, upaya perbaikan pun berlanjut melalui pengesahan UU HPP awal Oktober ini. UU HPP mengakomodir aspek kepatuhan melalui integrasi nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Hal tersebut menjadi langkah awal menuju skema satu data Indonesia atau lebih dikenal dengan single identity number.

Dia menyampaikan integrasi data NIK dan NPWP merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pasalnya, otoritas akan mendapatkan basis informasi yang lebih baik mengingat basis data NIK jauh lebih luas ketimbang NPWP.

Baca Juga:
Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

"Dengan adanya UU ini [HPP] sebenarnya menjadi klop dengan rezim self assessment. DJP bertugas membina dan mengawasi kepatuhan. Tanpa data dan informasi maka akan sulit [melakukan pengawasan atas kepatuhan wajib pajak]," terangnya.

Selain itu, upaya meningkatkan kepatuhan juga diatur UU HPP melalui pembaruan Pasal 32A UU KUP, yakni penunjukan pihak lain sebagai pemotong, pemungut, penyetor, dan pelapor yang mencakup transasksi elektronik.

Tak cuma soal kepatuhan saja yang berpotensi meningkat, UU HPP juga mempersempit ruang praktik penghindaran pajak. Apalagi praktik ini ditaksir menggerus penerimaan pajak hingga Rp69 triliun per tahun berdasarkan laporan Tax Justice Network.

Baca Juga:
Bayar dan Lapor Pajak Lebih Mudah via e-SPTPD, Kepatuhan Bakal Membaik

Tarif PPh badan tetap yang dipertahankan di level 22% juga dirasa tidak berisiko mengingat adanya skema pajak efektif minimum global. Dengan demikian, ada dugaan bahwa praktik pengalihan laba ke yurisdiksi suaka pajak akan berkurang. Upaya memerangi penghindaran pajak juga didukung oleh aspek administrasi melalui bantuan penagihan pajak lintasnegara yang juga diatur dalam UU HPP.

Namun demikian, berbagai sinyal positif yang disampaikan lewat UU HPP tak lantas membuat pemerintah bebas pekerjaan rumah. Pemerintah juga perlu mendesain ketentuan pengganti Debt to Equity Ratio (DER) yang juga selaras dengan pemulihan ekonomi dan tidak mendistorsi pasar keuangan.

Lenyapnya klausul soal General Anti Avoidance Rule (GAAR) serta Alternative Minimum Tax (AMT) dalam UU HPP juga cukup disayangkan. Padahal, menurut Bawono, opsi tersebut diyakini bakal mengoptimalkan upaya melawan praktik penghindaran pajak. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 11:30 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:30 WIB KOTA TANJUNGPINANG

Bayar dan Lapor Pajak Lebih Mudah via e-SPTPD, Kepatuhan Bakal Membaik

Rabu, 16 Oktober 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Cash Economy Masih Dominan, Bikin Rasio Pajak Sulit Naik

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN