KOTA MATARAM

Pernah Diprotes, Pajak Pedagang Kaki Lima Kembali Diwacanakan

Redaksi DDTCNews | Senin, 15 November 2021 | 11:30 WIB
Pernah Diprotes, Pajak Pedagang Kaki Lima Kembali Diwacanakan

Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) membawa spanduk tuntutan saat unjuk rasa. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/nz

MATARAM, DDTCNews - Pemkot Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali menggulirkan wacana pemungutan pajak daerah dari pedagang kaki lima (PKL) berdasarkan omzet usaha.

Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) M. Syakirin Hukmi mengatakan rencana pajak atas PKL bukanlah isu baru. Pada 2015, pemkot menggulirkan rencana tersebut, tetapi tidak terlaksana karena banyak mendapatkan protes.

"Dulu ramai penolakan sehingga belum kami terapkan," katanya, dikutip pada Senin (15/11/2021).

Baca Juga:
Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

M. Syakirin menuturkan pungutan pajak atas bisnis PKL sudah diatur melalui Perda. Dalam aturan tersebut, PKL dengan omzet usaha Rp300.000 per hari wajib dikenakan pajak daerah.

Rencananya, kebijakan tersebut akan diterapkan mulai Januari 2022. BKD memetakan potensi setoran pajak yang bisa dihimpun dari bisnis PKL. Data pelaku usaha akan dikumpulkan dan akan dilakukan pemanggilan terhadap pelaku usaha yang berpotensi menyetorkan pajak.

"Perdanya kan belum dicabut. Artinya, ini harus kami laksanakan," tuturnya.

Baca Juga:
Aturan Permintaan Suket Hal yang Jadi Dasar Surat Keputusan Keberatan

Syakirin menambahkan potensi penerimaan pajak dari PKL ditaksir mencapai Rp1 miliar per tahun. Dia menyatakan sudah banyak pemilik bisnis PKL di Kota Mataram yang memiliki omzet jutaan rupiah per hari.

Meski demikian, PKL tersebut belum tertib dan patuh dalam menyampaikan setoran pajak daerah. Menurutnya, implementasi kebijakan pajak daerah atas PKL memerlukan dukungan banyak pihak termasuk Dinas Perdagangan dan Satpol PP.

"Memang ada beberapa nama PKL yang familier. Ini sudah kami data. Tetapi kendalanya mereka selalu berlindung atas nama PKL. Saya kira tidak satu saja dan tidak boleh diskriminasi. Aturan harus diterapkan secara menyeluruh," tuturnya seperti dilansir suarantb.com. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

BERITA PILIHAN
Senin, 27 Januari 2025 | 11:30 WIB PERDAGANGAN BERJANGKA

Nilai Transaksi Perdagangan Berjangka Komoditi 2024 Naik 29,3 Persen

Senin, 27 Januari 2025 | 10:00 WIB PMK 119/2024

Pemerintah Perinci Objek Penelitian atas PKP Berisiko Rendah

Senin, 27 Januari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Siap-Siap SBN Ritel Perdana 2025! Besok Dirilis ORI027T3 dan ORI027T6

Senin, 27 Januari 2025 | 08:43 WIB LAYANAN PAJAK

Butuh Layanan Pajak? Kantor Pajak Baru Buka Lagi 30 Januari 2025

Senin, 27 Januari 2025 | 08:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pembaruan Objek Penelitian PKP Berisiko Rendah untuk Cairkan Restitusi

Senin, 27 Januari 2025 | 08:00 WIB KOTA PALANGKA RAYA

Bayar Pajak Sudah Serba Online, Kepatuhan WP Ditarget Membaik

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Minggu, 26 Januari 2025 | 13:30 WIB PERDAGANGAN KARBON

Luncurkan Perdagangan Karbon Internasional di IDXCarbon, Ini Kata BEI