KEBIJAKAN PPN

Penjelasan BKF Soal Sistem Multitarif PPN

Redaksi DDTCNews | Minggu, 27 Juni 2021 | 06:01 WIB
Penjelasan BKF Soal Sistem Multitarif PPN

Seorang ibu tengah berbelanja di salah satu minimarket, beberapa waktu lalu. Kementerian Keuangan menyatakan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax akan memainkan peran penting jika pemerintah memilih skema multitarif dalam pemungutan pajak pertambahan nilai. (Foto: theiconomics.com)

JAKARTA, DDTCNews - Kemenkeu menyatakan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan atau coretax akan memainkan peran penting jika pemerintah memilih skema multitarif dalam pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN).

Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Rustam Effendi mengatakan tantangan utama dalam menerapkan sistem multitarif dalam rezim PPN adalah kesiapan sistem administrasi otoritas pajak dalam hal ini DJP.

Menurutnya, variasi dalam kebijakan multitarif perlu dukungan sistem administrasi yang kuat sebagai cara membuat desain PPN yang berkeadilan.

Baca Juga:
Soal Kenaikan PPN Jadi 12%, UMKM Tagih Pemerintah Beri Alasan Kuat

"Prinsipnya sistem multitarif itu semakin banyak variasi itu makin adil. Nah kontranya nanti dengan [kemampuan] sistem administrasi," katanya dalam acara Nyibir Fiskal di akun Instagram @bkfkemenkeu, Jumat (25/6/2021).

Rustam menjelaskan jika sistem administrasi perpajakan khususnya PPN makin handal, maka makin mudah mencapai keadilan melalui rezim multitarif PPN. Infrastruktur teknologi informasi tersebut akan menjadi penopang yang kuat saat rezim PPN dan PPnBM dilebur.

Menurutnya, ada urgensi meninggalkan sistem PPnBM sebagai alat distribusi pendapatan dari masyarakat mampu ke masyarakat kelompok rentan. Selain Indonesia, kini tinggal Australia dan Turki yang masih menerapkan sistem PPnBM dalam kebijakan perpajakan domestik.

Baca Juga:
Wamenkeu Thomas Sebut Kepastian PPN 12% akan Dibahas oleh Kabinet Baru

Dia menuturkan terdapat sejumlah celah yang membuat sistem PPnBM mudah dihindari dan tidak lagi diadopsi banyak negara. Pertama, pungutan pajak hanya berlaku satu kali saat penjualan barang masuk kategori mewah.

Kedua, potensi penghindaran pajak terbuka lebar dengan menurunkan nilai barang atau indikator lainnya yang menjadi ambang batas pungutan PPnBM.

Karena itu, muncul rencana meleburkan sistem PPN dan PPnBM melalui skema multitarif sebagai alat mencapai rezim PPN yang berkeadilan. Sementara itu, peran PPnBM akan digantikan pungutan cukai seperti penerapan pajak karbon untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca.

Baca Juga:
Khusus Awasi WP Strategis, Pemeriksa Dimasukkan dalam Tim SP2DK

Rustam menambahkan sistem multitarif PPN juga membuka ruang untuk memberikan fasilitas pajak pada barang dan jasa tertentu seperti yang menjadi kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak.

Kemudian sistem multitarif juga berfungsi untuk meningkatkan daya saing produk domestik dengan memberikan perlakuan tarif yang berbeda pada produk sejenis yang diimpor dari luar negeri.

"Konsep multitarif itu supaya makin lama sistem pajak jadi makin adil dan kita juga yakin DJP dengan [kemampuan] administrasinya, apalagi nanti dengan coretax yang lebih mumpuni karena semua [proses bisnis] masuk sistem," ungkapnya. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 07 Oktober 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Soal Kenaikan PPN Jadi 12%, UMKM Tagih Pemerintah Beri Alasan Kuat

Rabu, 25 September 2024 | 17:37 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Wamenkeu Thomas Sebut Kepastian PPN 12% akan Dibahas oleh Kabinet Baru

Kamis, 15 Agustus 2024 | 09:35 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Khusus Awasi WP Strategis, Pemeriksa Dimasukkan dalam Tim SP2DK

Sabtu, 19 Maret 2022 | 08:00 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

PPN Naik Jadi 11% per 1 April! Aturan Teknis Belum Ada, Publik Bingung

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja