KEBIJAKAN PAJAK

Pemulihan Ekonomi, OECD: Jangan Buru-Buru Mobilisasi Setoran Pajak

Redaksi DDTCNews | Kamis, 08 Oktober 2020 | 09:19 WIB
Pemulihan Ekonomi, OECD: Jangan Buru-Buru Mobilisasi Setoran Pajak

Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD Pascal Saint-Amans saat memberikan paparan dalam acara Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (7/10/2020).

JAKARTA, DDTCNews – The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menyampaikan rekomendasi penting untuk negara yang ingin segera memulihkan diri dari pandemi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD Pascal Saint-Amans mengatakan syarat tunggal untuk menjamin pertumbuhan ekonomi pada masa pemulihan adalah dengan tidak terburu-buru menggenjot penerimaan atau memobilisasi setoran pajak.

"Kuncinya adalah jangan terburu-buru melakukan konsolidasi fiskal. Jangan terburu-buru meningkatkan penerimaan atau Anda akan membunuh setiap kesempatan untuk melakukan pertumbuhan ekonomi," katanya dalam webinar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Rabu (7/10/2020).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Pascal menilai kestabilan utang dan defisit anggaran berasal dari makin baiknya pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, opsi mobilisasi penerimaan pajak untuk mengembalikan tingkat utang dalam kondisi normal justru akan menjadi kontraproduktif bagi kegiatan ekonomi.

Pada fase pemulihan, lanjutnya, kegiatan kegiatan ekonomi mulai bergerak secara bertahap dan pelaku usaha mulai beroperasi. Pada fase ini kebijakan relaksasi fiskal masih dibutuhkan untuk menggairahkan perekonomian. Simak, Orientasi Respons Kebijakan Pajak Mulai Bergeser, Tak Hanya Likuiditas.

Oleh karena itu, insentif pajak untuk tidak sepenuhnya dicabut. Pada saat yang bersamaan, otoritas diharapkan menahan diri melakukan mobilisasi penerimaan sebagai upaya mengganti belanja besar yang dikeluarkan dalam penanganan pandemi Covid.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Menurut Pascal, relaksasi tarif pajak masih dibutuhkan pelaku usaha. Meski begitu, kebijakan tersebut perlu dilakukan secara selektif dengan hanya menyasar wajib pajak yang benar-benar membutuhkan dukungan insentif pajak pemerintah.

"Pada fase ini insentif harus diberikan secara selektif dan digunakan wajib pajak yang butuh bantuan pemerintah. Jadi jangan terlalu cepat tingkatkan penerimaan pajak atau itu akan mematikan sektor usaha," ujar Pascal. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra