PEMERIKSAAN BPK

Pemotongan PPh Pasal 26 Ini Tak Sesuai Ketentuan, Begini Temuan BPK

Muhamad Wildan | Kamis, 02 Juni 2022 | 13:30 WIB
Pemotongan PPh Pasal 26 Ini Tak Sesuai Ketentuan, Begini Temuan BPK

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Dengan Tujuan Tertentu (DTT) atas hasil pemeriksaan pajak periode 2016-2020. 

JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya indikasi penerapan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas dua wajib pajak pada tahun pajak 2016 dan tahun pajak 2017 yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Sesuai dengan UU PPh, tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia sebesar 20% dari jumlah bruto. Namun, terdapat beberapa transaksi yang tidak dikenai tarif 20% karena penerapan tarif P3B.

"Terdapat potensi pajak PPh Pasal 26 yang kurang dibayar atas penghasilan yang diterima lawan transaksi dari PT E1 dan PT E2 senilai Rp13,29 miliar," tulis BPK dalam LHP DTT atas Hasil Pemeriksaan Pajak Periode 2016-2020, dikutip pada Kamis (2/6/2022).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Pembayaran kepada wajib pajak luar negeri sesungguhnya dapat dikenai tarif sesuai dengan P3B. Namun, hasil pengujian lebih lanjut menunjukkan pengenaan tarif P3B belum didukung oleh surat keterangan domisili yang membuktikan lawan transaksi adalah subjek pajak yang berdomisili di negara yang terikat dengan P3B.

"Atas hal tersebut, BPK telah meminta dokumen diatas dengan surat nomor 14/ST-29/PDTT/KT-03/07/2021 tanggal 29 Juli 2021 dan 12/ST-29/PDTT/KT-03/07/2021 tanggal 26 Juli 2021, tetapi DJP belum menyampaikan dokumen tersebut," tulis BPK.

Menurut BPK, masalah tersebut timbul karena tim pemeriksa pajak tidak cermat dalam melakukan pengujian atas pembayaran PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Direktur pemeriksaan dan penagihan selaku pemberi tugas juga dipandang kurang cermat dalam mengawasi pemeriksaan yang dimaksud. BPK pun merekomendasikan DJP untuk meneliti atas hasil pemeriksaan dan menindaklanjutinya.

BPK menambahkan DJP perlu memulihkan kekurangan penerimaan pajak jika terbukti ada kesalahan saat pemeriksaan. Pemeriksa pajak serta pejabat terkait perlu diberi pembinaan bila terbukti ada penyimpangan dari pejabat yang dimaksud. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra