RAPBN 2024 DAN NOTA KEUANGAN

Pemerintah Ungkap Beberapa Risiko soal Pelaksanaan UU HPP

Muhamad Wildan | Minggu, 20 Agustus 2023 | 15:00 WIB
Pemerintah Ungkap Beberapa Risiko soal Pelaksanaan UU HPP

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menyatakan implementasi kebijakan pajak sebagaimana diatur dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) berpotensi terhambat.

Merujuk pada Nota Keuangan RAPBN 2024, pemerintah menyebut implementasi kebijakan pajak sesuai dengan UU 7/2021 tentang HPP berpotensi terhambat akibat belum rampungnya aturan turunan yang dibutuhkan.

"Terdapat beberapa risiko pelaksanaan UU HPP antara lain penyusunan peraturan turunan dari UU HPP membutuhkan waktu yang panjang sehingga belum selesai seluruhnya pada tahun 2024," tulis pemerintah dalam nota keuangan, dikutip pada Minggu (20/8/2023).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Kalaupun peraturan turunan sudah selesai disusun, aturan turunan dari UU HPP baru bisa diterapkan secara efektif setelah sosialisasi yang tentu memakan waktu. Selain itu, terdapat juga risiko timbulnya resistensi di tengah masyarakat atas aturan turunan UU HPP.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan UU HPP, pemerintah berencana melaksanakan sosialisasi secara komprehensif melalui berbagai platform. Harapannya, pesan yang hendak disampaikan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Pemanfaatan Data Berpotensi Tidak Optimal

Selanjutnya, pemerintah menilai pemanfaatan data yang bersumber dari beragam kebijakan seperti program pengungkapan sukarela (PPS), integrasi NIK-NPWP, dan pertukaran data juga berpotensi tidak optimal karena kurang berkualitasnya data yang diterima dari program dimaksud.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah berencana memperkuat koordinasi antarinstansi dalam melakukan pertukaran data yang berkualitas guna meningkatkan basis data perpajakan.

Terkait dengan cukai, pemerintah berencana untuk menetapkan produk plastik minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sebagai barang kena cukai (BKC) pada tahun depan.

Meski demikian, penyusunan regulasi atas kedua calon BKC tersebut berpotensi terhambat karena adanya beragam pertimbangan, terutama terkait daya beli masyarakat. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra