BERITA PAJAK HARI INI

Pakai Teknologi di Coretax, Ribuan Pegawai Ditjen Pajak Bakal Digeser

Redaksi DDTCNews | Rabu, 12 Oktober 2022 | 08:36 WIB
Pakai Teknologi di Coretax, Ribuan Pegawai Ditjen Pajak Bakal Digeser

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Dengan pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax system, Ditjen Pajak (DJP) akan memindahkan ribuan pegawai yang selama ini mengurus pelayanan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (12/10/2022).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan dengan adanya coretax system, pelayanan kepada wajib pajak akan lebih banyak mengandalkan pemanfaatan teknologi informasi.

“Kita bisa mengalihdayakan sumber daya manusia kita yang tadinya fokus di pelayanan kepada wajib pajak itu ke pengawasan, pemeriksaan, atau penegakan hukum. Itu jumlahnya sekitar 6.000-an dari yang tadinya, misalnya memberikan pelayanan,” ujar Nufransa.

Baca Juga:
Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Nufransa mengatakan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses bisnis pelayanan akan memudahkan wajib pajak dalam urusan administrasi, termasuk pelaporan dan pembayaran pajak. Pada saat bersamaan, pengalokasian sumber daya manusia DJP lebih baik.

“Jadi, kembali ke core business-nya DJP, pengawasan. Pelayanan tetap kita tingkatkan, tetapi melalui teknologi,” imbuhnya.

Selain rencana DJP dalam pengalokasian sumber daya manusia ketika sudah ada coretax system, ada pula ulasan mengenai penerbitan Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK). Kemudian, masih ada juga bahasan tentang realisasi restitusi pajak.

Baca Juga:
Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Pengawasan Berbasis Risiko Wajib Pajak

Sejalan dengan perubahan pengalokasian sumber daya manusia, DJP juga akan memperkuat skema pengawasan berbasis risiko wajib pajak. Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti mengatakan wajib pajak dengan risiko tinggi akan diawasi lebih ketat.

“Nanti ada level-levelnya by system. Mereka [fiskus] akan lebih mudah melakukan pengawasan dibandingkan misalnya harus mengawasi jutaan wajib pajak. Kita awasi yang berisiko tinggi saja. [Wajib pajak] yang kita anggap sudah patuh, kita edukasi secara soft,” jelasnya. (DDTCNews)

Wajib Pajak Perlu Tanggapi SP2DK dari DJP

Wajib pajak perlu menanggapi SP2DK dari DJP. Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Arif Yunianto mengatakan tanggapan diberikan dalam jangka 14 hari sejak menerima SP2DK. Tanggapan sangat penting, terutama ketika data dan informasi yang masuk dalam SP2DK butuh diklarifikasi.

Baca Juga:
Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

“Kalau tidak menanggapi [SP2DK] maka DJP akan menganggap data yang terdapat pada SP2DK adalah data yang sebenarnya. Namun, jika wajib pajak memberikan sanggahan serta mengumpulkan bukti-bukti maka dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh DJP,” kata Arif. Simak pula ‘Terima SP2DK? DJP: Bukan Tagihan Pajak’. (DDTCNews)

Realisasi Restitusi Pajak

Nilai restitusi pajak hingga September 2022 tercatat sudah mencapai Rp166,93 triliun atau tumbuh 3,84% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan restitusi hingga September 2022 didorong tingginya nilai restitusi dipercepat.

"Menurut sumbernya, restitusi dipercepat mencapai Rp69,88 triliun atau bertumbuh 50,85% (yoy)," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Neilmaldrin Noor. (DDTCNews)

Baca Juga:
DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Penerimaan Pajak

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Nufransa Wira Sakti menyebut pertumbuhan penerimaan pajak yang tinggi pada 2022 tidak terlepas dari berkah kenaikan harga komoditas global. Namun, kondisi itu tidak bisa selamanya menjadi andalan.

Faktor harga komoditas dan penyelenggaraan PPS memang tidak akan berulang pada 2023. Namun, sambungnya, masih terdapat sejumlah peluang yang dapat dimanfaatkan untuk menjaga tren positif penerimaan pajak.

Misal, melalui pengawasan atas kepatuhan wajib pajak. DJP telah memiliki berbagai data yang dapat dipakai untuk menguji kepatuhan wajib pajak, baik yang diperoleh dari penyelenggaraan PPS maupun skema pertukaran data dengan instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain (ILAP). (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Optimalkan Setoran Pajak Kendaraan di Kota Ini, Razia Akan Digencarkan

Kerangka Pelaporan Aset Kripto

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) resmi merilis kerangka pelaporan aset kripto atau Crypto-Asset Reporting Framework (CARF).

CARF dirilis berdasarkan permintaan negara-negara G-20. CARF akan menjadi landasan bagi setiap negara untuk mempertukarkan informasi aset kripto melalui automatic exchange of information (AEOI) secara terstandardisasi sesuai dengan common reporting standard (CRS).

"CARF dan amendemen terhadap CRS akan memastikan arsitektur transparansi pajak tetap mutakhir dan efektif," ujar Sekjen OECD Mathias Cormann dalam keterangan resmi. (DDTCNews)

Baca Juga:
Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Penerapan NPPN

DJP menyebut penggunaan klasifikasi baku lapangan usaha (KBLI) sebagai pengganti klasifikasi lapangan usaha (KLU) sesuai dengan PER-12/PJ/2022 tidak akan berdampak terhadap penerapan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor mengatakan penentuan persentase NPPN tetap mengacu pada jenis penghasilan meskipun daftar persentase NPPN pada lampiran PER-17/PJ/2015 diperinci berdasarkan KLU.

"Untuk itu, pemberlakuan KLBI sebagai KLU tidak memengaruhi penentuan persentase penghitungan penghasilan neto. Wajib pajak berpedoman pada jenis penghasilan yang diterima," katanya. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya