PAJAK PROPERTI

Pajak Jadi Faktor Penghambat Akselerasi Bisnis Properti

Redaksi DDTCNews | Rabu, 01 Agustus 2018 | 10:24 WIB
Pajak Jadi Faktor Penghambat Akselerasi Bisnis Properti

Direktur Utama Summarecon Agung Adrianto P. Adhi.

JAKARTA, DDTCNews - Bank Indonesia (BI) akan merilis peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai relaksasi loan to value (LTV) pada awal Agustus 2018. Kebijakan ini untuk kembali merangsang geliat industri properti di tanah air.

Namun, masih ada tantangan untuk kembali menggairahkan sektor properti nasional. Salah satunya datang dari banyaknya jenis pajak yang harus dibayarkan.

"Selain LTV ada juga di bidang perpajakan. Bahwa beban perpajakan bisnis properti itu berat," kata Direktur Utama Summarecon Agung Adrianto P. Adhi, Selasa (31/7).

Baca Juga:
Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Lebih lanjut, dia menjabarkan beragamnya jenis pajak yang harus dibayar dalam segmen bisnis properti, terutama properti kelas premium. Mulai dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% kemudian PPnBM 10%. Adapula pemajakan PPh 2,5% dan PPh final sebesar 5%.

"Total pajak yang harus dibayar itu 42,5% dan itu sangat tinggi," terangnya.

Sementara itu, secara umum kebijakan pelonggaran uang muka yang dilakukan bank sentral akan mendorong kepemilikan rumah pertama bagi masyarakat. Terlebih saat ini angka kebutuhan rumah mencapai jutaan unit.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

"Relaksasi KPR juga mendorong kemudahan miliki rumah pertama, itu kita apresiasi BI untuk dorong angka backlog perumahan yang 11,8 juta," terangnya.

Seperti yang diketahui, bank sentral menyatakan kebijakan pelonggaran LTV bidang properti akan meningkatkan pertumbuhan KPR perbankan. Optimisme BI ini seiring dengan beberapa data penunjang.

Apabila dibandingkan negara lain, rasio KPR terhadap PDB Indonesia masih relatif rendah. Indonesia mempunyai rasio KPR terhadap PDB baru 2,9% atau lebih rendah dari tetangga dekat Filiphina 3,8%. Bahkan rasio Indonesia ini lebih rendah dari Thailand yang sudah 22%, Jepang 33% dan Malaysia 38%. (Amu)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Senin, 23 Desember 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Keterangan Tertulis DJP soal Penyesuaian Tarif PPN, Unduh di Sini

Sabtu, 21 Desember 2024 | 19:12 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Alternatif Optimalisasi PPN: Simulasi Ketika Threshold PKP Diturunkan

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra