Pekerja menggoreng kerupuk kulit di salah satu UMKM kerupuk kulit di desa Ujong Tanjong, Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Jumat (9/6/2023). ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/YU
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) kembali mengingatkan wajib pajak tentang adanya insentif perpajakan berupa tidak dikenakannya PPh kepada orang pribadi UMKM yang beromzet Rp500 juta ke bawah. Kebijakan ini juga populer disebut 'omzet tidak kena pajak UMKM' atau 'penghasilan tidak kena pajak (PTKP) UMKM'.
Melalui kanal media sosial, DJP menjelaskan pemberlakuan kententuan PTKP sebesar Rp500 juta dilatari pentingnya peran pelaku UMKM di dalam perekonomian nasional. Adanya omzet tidak kena pajak bagi UMKM diatur dalam PP 55/2022.
"Sejak 2022 para pelaku UMKM yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta tidak perlu bayar pajak," sebut DJP dalam informasi yang diunggah melalui kanal media sosial, Senin (12/6/2023).
DJP menjelaskan, jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta pada 2021. Angka tersebut berkontribusi terhadap 61% produk domestik bruto (PDB) Indonesia dengan nilai Rp8,5 triliun.
"Melalui UU 7/2021 tentang HPP, pemerintah berikan isnentif perpajakan berupa tidak dieknakannya pajak penhhasilan ke pelaku UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta setahun," imbuh DJP.
Sebagai informasi kembali, wajib pajak orang pribadi bisa memanfaatkan fasilitas PPh final dengan tarif 0,5% apabila peredaran brutonya kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun. Kemudian, sesuai dengan PP 55/2022 penghasilan yang dikenakan PPh final adalah bagian dari peredaran bruto yang lebih dari Rp500 juta dalam satu tahun dan kurang dari Rp4,8 miliar.
Perhitungan peredaran bruto atau omzet ditentukan berdasarkan keseluruhan omzet dari usaha, termasuk omzet dari cabang. Selama peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun maka wajib pajak orang pribadi dapat menggunakan fasilitas PPh final 0,5%.
Namun, terdapat kondisi tertentu yang menjadikan fasilitas PPh final 0,5% tidak dapat digunakan meskipun peredaran bruto masih di bawah Rp4,8 miliar.
Hal tersebut apabila wajib pajak orang pribadi sudah menggunakan fasilitas tersebut selama lebih dari 7 tahun. Perhitungan 7 tahun dihitung dari tahun wajib pajak terdaftar (sejak 2018 dan setelahnya) atau tahun 2018 untuk wajib pajak yang terdaftar sebelum 2018.
DJP sempat memberikan contoh kasus dalam menghitung PPh final terutang bagi UMKM. Diasumsikan UMKM X memperoleh omzet selama sebulan dengan nilai Rp15 juta dan total omzet setahun Rp180 juta. Dengan begitu, UMKM yang bersangkutan mendapat fasilitas pajak berupa bebas PPh final.
Namun, apabila omzet yang dihitung setiap bulan dan diakumulasi selama setahun ternyata melebihi Rp500 juta maka wajib pajak tersebut akan menggunakan kebijakan PPh final 0,5% setelah dikurangi omzet tidak kena pajak.
Contoh, wajib pajak X memperoleh akumulasi omzet kotor pada Agustus senilai Rp507 juta. Artinya, atas omzet Rp7 (Rp507 juta - Rp500 juta) tersebut yang menjadi dasar penghitungan pajak finalnya dan dibayarkan pada September sejumlah Rp35.000 (0,5% x Rp7 juta).
Apabila omzet tidak melebihi Rp500 juta, wajib pajak tetap melaporkan SPT Tahunan pada Januari hingga Maret setiap tahun. Wajib pajak juga tetap melakukan pencatatan atau pembukuan atas usaha tersebut sebagai dasar peredaran bruto setiap bulannya. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.