KONSULTASI PAJAK

Omzet di Atas Rp4,8 M tapi Ada Penyerahan BKP Dibebaskan, Wajib PKP?

Rabu, 16 Februari 2022 | 14:04 WIB
Omzet di Atas Rp4,8 M tapi Ada Penyerahan BKP Dibebaskan, Wajib PKP?

Syadesa Anida Herdona,
DDTC Fiscal Research and Advisory.

Pertanyaan:
PERKENALKAN, saya Roy. Saya adalah staf keuangan sebuah toko yang menjual rokok, telur, dan beras. Pada 2021, total omzet atau peredaran usaha toko mencapai Rp6 miliar. Adapun penjualannya terbagi atas 60% dari omzet atau sekitar Rp3,7 miliar merupakan penjualan rokok. Kemudian, sisanya merupakan penjualan telur dan beras.

Saya ingin bertanya, oleh karena omzet toko sudah di atas Rp4,8 miliar, apakah toko kami sudah wajib menjadi pengusaha kena pajak (PKP) meskipun terdapat penjualan telur dan beras di dalamnya?

Terima kasih

Roy, Jakarta.

Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Roy atas pertanyaannya. Untuk menjawab pertanyaan Bapak, sebelumnya kita perlu melihat bagaimana perlakuan PPN atas barang-barang yang dijual oleh toko Bapak.

Sebelum adanya revisi Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), dalam UU PPN diatur bahwa telur dan beras merupakan kelompok barang kebutuhan pokok yang dikecualikan dari pengenaan PPN (non-objek).

Hal ini sebagaimana dimuat dalam Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN yang menyatakan bahwa:

“(2) Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:

  1. barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batu bara;
  2. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak;

….”

Kemudian, pada penjelasan Pasal 4A ayat (2) huruf b UU PPN menyebutkan:

“Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:

  1. beras;
  2. gabah;
  3. jagung;
  4. sagu;
  5. kedelai;
  6. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
  7. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
  8. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;

….”

Berdasarkan pada ketentuan dalam UU PPN, penyerahan atas beras dan telur tidak terutang PPN, sehingga hanya rokok yang merupakan penyerahan barang kena pajak (BKP) yang terutang PPN. Dengan demikian, jika jumlah penyerahan rokok yang dilakukan toko masih di bawah threshold Rp4,8 miliar, usaha Bapak tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Lebih lanjut, UU HPP merevisi beberapa ketentuan dalam UU PPN, salah satunya menghapus ketentuan tentang beras dan telur sebagai barang non BKP pada Pasal 4A ayat (2) huruf b. Untuk itu, kini penyerahan telur dan beras merupakan penyerahan BKP yang terutang PPN.

Meski demikian, dalam penjelasan Pasal 16B ayat (1a) huruf j UU HPP, telur dan beras masuk ke dalam kelompok BKP yang diberi fasilitas PPN dibebaskan. Pada penjelasan Pasal 16B ayat (1a) huruf j UU HPP menyatakan bahwa:

“….

Barang Kena Pajak tertentu dan/atau Jasa Kena Pajak tertentu yang dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain:

1. barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak meliputi:

  1. beras;
  2. gabah;
  3. jagung;
  4. sagu;
  5. kedelai;
  6. garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium;
  7. daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus;
  8. telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas;

….”

Pemberian fasilitas PPN dibebaskan membawa implikasi bahwa terdapat objek PPN terutang atas penyerahan BKP yang dilakukan, tetapi tidak ada PPN yang terutang (PPN tetap nihil). Dengan adanya ketentuan ini, kini seluruh penyerahan yang dilakukan toko merupakan penyerahan BKP.

Terkait dengan kewajiban pengukuhan toko sebagai PKP, kita dapat merujuk pada Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (PMK 197/2013) yang menyatakan bahwa:

“(1) Pengusaha kecil merupakan pengusaha yang selama 1 (satu) tahun buku melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

(2) Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah keseluruhan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha dalam rangka kegiatan usahanya.”

Dari ketentuan di atas dapat dilihat jumlah peredaran bruto yang dimaksud sebagai threshold PKP adalah jumlah keseluruhan penyerahan BKP dan/atau JKP. Oleh karena jumlah penyerahan BKP atau peredaran bruto toko telah melebihi Rp4,8 miliar, usaha Bapak wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1) PMK 197/2013 bahwa:

“(1) Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).”

Berdasarkan pada penjelasan di atas, dapat disimpulkan sebelum adanya revisi UU HPP, usaha Bapak tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP karena jumlah peredaran bruto masih di bawah Rp4,8 miliar.

Namun, adanya perubahan melalui UU HPP menjadikan seluruh penyerahan barang yang dilakukan toko Bapak kini merupakan BKP. Dengan demikian, jumlah peredaran bruto toko telah melebihi Rp4,8 miliar dan usaha Bapak wajib untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Demikian jawaban kami. Semoga bisa membantu.

Terima kasih.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected].

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Ramli alias Tono 19 Februari 2023 | 11:22 WIB

Selamat siang Bu,.. Perkanalkan saya Tono, Saya mencoba usaha / memulai usaha Toko emas awal Febuary 2022, dan langsung mendapatkan NPWP dari KPP setempat, dengan kriteria langsung di tunjuk jabatan pengukuhan PKP,.. Saya kebingungan bu, karena omzet antara febuary sampe Desember baru Rp.600jt an,.. Saya baru belajar usaha bu, tapi sudah ketar ketir duluan dengan aturan pengukuhan PKP.. antara lanjut atau tidak usaha saya, masih bingung bu... saran terbaik dari ibu bagaimana ???

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 28 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Perlu WP OP Siapkan Sebelum Lapor SPT Tahunan

Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:30 WIB KILAS BALIK 2024

Mei 2024: Fitur e-Bupot Diperbarui, Insentif Perpajakan di IKN Dirilis

BERITA PILIHAN