Tampilan depan laporan ‘Tax Administration 2019’.
JAKARTA, DDTCNews – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) baru saja merilis edisi kedelapan laporan Administrasi Pajak. Ada beberapa temuan menarik dalam ‘Tax Administration 2019’. Apa sajakah fakta atau temuan menarik itu?
Dalam laman resminya, OECD memaparkan setidaknya ada lima fakta atau temuan menarik dalam laporan ini. Secara umum, pengelola administrasi pajak di sebagian besar negara dalam laporan ini mulai memanfaatkan perkembangan teknologi informasi.
“Terlihat bagaimana pengelola administrasi pajak semakin beralih ke administrasi elektronik (e-administration) dan menggunakan berbagai alat teknologi, sumber data, dan analitik untuk meningkatkan kepatuhan pajak,” demikian pernyataan OECD, dikutip pada Jumat (4/10/2019).
Kelima fakta tersebut antara lain, pertama, peningkatan e-administration. OECD memaparkan telah terjadi perubahan signifikan menuju administrasi elektronik dengan semakin banyaknya opsi untuk pelaporan dan pembayaran pajak secara online.
Rata-rata, tingkat e-filing untuk pajak penghasilan (PPh) orang pribadi saat ini sudah di atas 70%. Sementara, tingkat penggunaan e-filing untuk PPh badan sekitar 85%. Saluran kontak digital (online, email, bantuan digital) juga terus meningkat di tengah penurunan saluran tradisional.
“Lebih dari 40 [pengelola] administrasi menggunakan atau berencana untuk menggunakan kecerdasan buatan,” imbuh OECD.
Kedua, penggunaan wawasan perilaku (behavioural insights) sebagai alat kepatuhan. Banyak pengelola administrasi pajak melaporkan penggunaan behavioural insights dan analitik untuk lebih memahami bagaimana wajib pajak (WP) bertindak. Hal ini digunakan untuk merancang kebijakan.
Pasalnya, ada lebih dari 10 pengelola administrasi mempekerjakan peneliti perilaku untuk mengoptimalkan kepatuhan pajak di yurisdiksinya. Selain itu, lebih dari 35 pengelola administrasi memiliki ilmuwan data.
Ketiga, penggunaan manajemen risiko kepatuhan yang lebih cerdas. Pengelola administrasi pajak mengambil pendekatan yang semakin proaktif terhadap manajemen risiko kepatuhan. Mereka bisa melakukan intervensi pada tahap-tahap awal, bahkan sebelum WP menyampaikan laporan pajak.
Dalam konteks ini, hampir dua pertiga dari pengelola administrasi mulai menggunakan pendekatan kepatuhan formak kooperatif untuk WP besar atau yang direncanakan. Pasalnya, sekitar 35%—60% dari total pendapatan bersih sebagian besar yurisdiksi dicakup oleh WP besar.
Keempat, pengenalan kepatuhan dengan desain. Peningkatan ketersediaan dan pertukaran data saat ini memungkinkan pengenalan kepatuhan dengan pendekatan desain yang mencakup berbagai sumber pendapatan.
Sejumlah administrasi perpajakan kini berupaya untuk memperkenalkan pendekatan sistemik, termasuk bekerja dengan pengembang perangkat lunak mengenai integrasi sistem akuntansi dan aturan pajak.
“Misalnya melalui faktur elektronik dan penggunaan electronic cash registers yang aman. Lebih dari 20 [pengelola] administrasi melaporkan telah memiliki sistem faktur elektronik untuk keperluan pajak,” jelas OECD.
Kelima, penuaan tenaga kerja pengelola administrasi perpajakan. Sejak 2014, persentase staf yang lebih tua dari 54 tahun tumbuh dalam dua per tiga pengelola administrasi yang mampu memberikan data. Sebagian besar pengelola tengah menghadapi perubahan organisasi untuk memperoleh keterampilan baru yang bisa mengoperasikan administrasi perpajakan modern.
Sebagai informasi, Tax Administration Series, pertama kali diterbitkan pada 2004. Laporan ini memberikan informasi komparatif yang luas mengenai kinerja 58 pengelola administrasi pajak negara maju dan berkembang serta analisis tren dan perkembangan utama dalam administrasi pajak. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.