Akses DDTC News lebih mudah karena semua informasi pajak sekarang ada dalam genggaman Anda.
Akses DDTC News lebih mudah karena semua informasi pajak sekarang ada dalam genggaman Anda.
With less than a month to go before the European Union enacts new consumer privacy laws for its citizens, companies around the world are updating their terms of service agreements to comply.
The European Union’s General Data Protection Regulation (G.D.P.R.) goes into effect on May 25 and is meant to ensure a common set of data rights in the European Union. It requires organizations to notify users as soon as possible of high-risk data breaches that could personally affect them.
Suasana aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (21/1/2021). Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap neraca perdagangan 2020 yang mencatatkan surplus US$21,74 miliar. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan kekhawatirannya terhadap neraca perdagangan 2020 yang mencatatkan surplus US$21,74 miliar.
Lutfi mengatakan surplus tersebut berasal dari ekspor Indonesia yang minus 2,6%, sedangkan impor terkontraksi hingga 17,3%. Data impor yang menurun lebih tajam itu juga menandakan pembelian bahan baku dan bahan penolong oleh pelaku usaha di dalam negeri mengalami koreksi.
"Jadi kalau impornya turun 17,3%, saya takut akan terjadi juga perlemahan-perlemahan terhadap sektor-sektor produksi yang dikonsumsi di dalam negeri," katanya dalam sebuah webinar, Selasa (26/1/2021).
Lutfi mengatakan surplus perdagangan 2020 tidak bisa dibilang menggembirakan karena menunjukkan kinerja sektor-sektor usaha di dalam negeri tertekan. Menurutnya, situasi tersebut berbeda ketika neraca perdagangan Indonesia surplus pada 2012.
Saat itu, surplus perdagangan bukan disebabkan lemahnya impor melainkan harga berbagai komoditas yang sangat tinggi. Pada komoditas minyak dan batu bara, harganya bisa mencapai di atas US$100 per barel atau ton, sehingga surplusnya mencapai US$20 miliar.
Dia mengibaratkan situasi 2012 sebagai lari maraton ketika melewati jalanan menurun yang mulus. Sementara 2020, dia sebut sebagai jalan penuh tanjakan sehingga lari menjadi tergopoh-gopoh dan kaki terkilir.
Menurut Lutfi, pemerintah harus melakukan sejumlah langkah agar tetap bisa mencapai menyelesaikan lari maraton tersebut. Pertama, memperbaiki struktur produksi dan konsumsi dalam negeri.
Hal ini lantaran kelompok pengeluaran konsumsi berkontribusi lebih dari 50% terhadap produk domestik bruto (PDB). Konsumsi yang lemah bisa menyebabkan tekanan berat terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kedua, pemerintah harus memastikan seluruh arus barang masuk ke Indonesia kembali normal karena menyangkut pemenuhan kebutuhan konsumsi di dalam negeri. Dari sisi perdagangan, dia berkomitmen memperbaiki tata kelola agar 70,3% barang impor siap melayani industri.
Menurut Lutfi, pemerintah masih perlu memberikan insentif agar sektor yang terselamatkan tidak hanya perdagangan, melainkan juga perindustrian dan keuangan.
"Karena kita membutuhkan insentif-insentif. Insentif itu bukan hanya berupa finansial, tapi insentif berbentuk kepercayaan kepada pasar untuk orang membeli lagi," ujarnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.