Ilustrasi pertambangan.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah resmi merilis regulasi terkait devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) yang wajib masuk dan disimpan di Tanah Air. Hal ini akan diikuti dengan insentif pajak atas bunga simpanan. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (24/1/2019).
Regulasi berupa Peraturan Pemerintah (PP) No. 1/2019 yang diundangkan dan berlaku mulai 10 Januari 2019. SDA yang dimaksud dalam PP ini adalah hasil pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Penempatan DHE SDA dilakukan dalam rekening khusus pada bank paling lama akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor.
Bunga deposito yang dananya bersumber dari rekening khusus DHE SDA itu, dikenakan pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan pemerintah akan merevisi insentif PPh final atas bunga deposito DHE.
Dengan demikian, pemerintah akan merevisi Peraturan Menteri Keuangan No. 26/PMK.010/2016 terkait pemotongan PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat BI. PMK tersebut merupakan revisi beleid sebelumnya berupa Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK.04/2001.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti upaya pengamanan target penerimaan pada tahun ini. Apalagi, International Monetary Fund (IMF) kembali melakukan revisi atas proyeksi ekonomi global. Adanya perlambatan ekonomi global berisiko mempengaruhi kinerja pajak di dalam negeri.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengaku akan merevisi peraturan teknis terkait pajak DHE. Saat ini, sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 26/PMK.010/2016 , otoritas fiskal membagi menjadi tiga kelompok untuk penetapan tarif. Pertama, PPh atas bunga dari deposito dalam dolar AS yang dananya bersumber dari DHE dan ditempatkan dalam negeri.
Untuk kelompok ini, pengenaan PPh yang bersifat final tebagi atas 4 tarif yakni 10% dari jumlah bruto (untuk deposito dalam jangka waktu 1 bulan), 7,5% (jangka waktu 3 bulan), 2,5% (jangka waktu 6 bulan), dan 0% (jangka waktu lebih dari 6 bulan).
Kedua, PPh atas bunga deposito dalam rupiah yang dananya bersumber dari DHE dan ditempatkan dalam negeri. Untuk kelompok ini, pengenaan PPh yang bersifat final terbagi atas 3 tarif sesuai dengan jangka waktu penyimpanan.
Ketiga tarif itu yakni 7,5% dari jumlah bruto (untuk deposito dalam jangka waktu 1 bulan), 5% (jangka waktu 3 bulan), dan 0% (jangka waktu hingga atau lebih dari 6 bulan).
Ketiga, PPh atas bunga dari tabungan dan diskonto SBI, serta bunga dari deposito selain kelompok pertama dan kedua (sumber di luar DHE). Tarif untuk PPh final untuk kelompok ini sebesar 20% dari jumlah bruto.
Tarif 20% tersebut berlaku bagi wajib pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap maupun WP luar negeri. Bagi WP yang berasal dari negara yang memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda, tarif mengikuti perjanjian tersebut.
Pemerintah menerapkan sanksi dalam kewajiban penempatan DHE SDA di Tanah Air. Sanksi itu berupa denda administrasi, tidak diperbolehkan ekspor, hingga pencabutan izin usaha. Denda administrasi akan masuk dalam penerimaan negara bukan pajak.
Dirjen Pajak Robert Pakpahan tidak khawatir dengan kinerja penerimaan pajak tahun ini meskipun ada proyeksi perlambatan ekonomi global. Tanpa menjelaskan lebih rinci, Robert mengaku sudah menyiapkan strategi. Hal ini berkaca dari tahun lalu, penerimaan pajak mampu tumbuh cukup bagus meski perekonomian tidak tumbuh signifikan.
“Jadi seharusnya tahun ini bisa lebih dari tahun lalu,” ujar Robert.
Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan perlambatan ekonomi bisa mempengaruhi penerimaan pajak. Apalagi, perlambatan tersebut berdampak pada kinerja industri pengolahan, pertambangan, dan perdagangan.
“Padahal ketiga sektor itu relatif besar menyumbang penerimaan negara,” katanya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai imbauan IMF untuk mengerem penarikan utang untuk negara-negara berkembang tidak relevan dengan kondisi Indonesia. Menurutnya, rasio utang Indonesia saat ini masih dalam kondisi terkendali.
“Rasio 30% itu tidak tinggi, tapi kami juga tidak mengatakan kita kemudian mau sembrono,” katanya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.