RUU KUP

Muhammadiyah Sodorkan 4 Masukan Soal RUU KUP, Apa Saja?

Redaksi DDTCNews | Rabu, 01 September 2021 | 19:00 WIB
Muhammadiyah Sodorkan 4 Masukan Soal RUU KUP, Apa Saja?

Sekretaris Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mukhaer Pakkana. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Sekretaris Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Mukhaer Pakkana menyampaikan 4 poin masukan terkait pembahasan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Pertama, Mukhaer meminta pemerintah mempertimbangkan kenaikan tarif pajak bagi orang kaya di Indonesia. Menurutnya, RUU KUP perlu mengakomodir penambahan tarif sebesar 15% untuk kelompok masyarakat yang memiliki penghasilan lebih dari Rp5 miliar per tahun.

Kenaikan pajak bagi orang kaya, ujar Mukhaer, diyakini mampu meningkatkan kepatuhan pajak. Opsi tersebut merupakan langkah strategis dalam jangka panjang untuk mengamankan penerimaan PPh orang pribadi nonkaryawan.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

"[Kenaikan tarif] akan mendorong penerimaan PPh OP secara signifikan di tahun-tahun berikutnya. Terlebih apabila wacana agenda pengampunan pajak digelar," katanya dikutip pada Rabu (1/9/2021).

Kedua, rencana pemerintah memperkenalkan pajak karbon perlu dilakukan dengan selektif. Menurutnya, sebaiknya beban pajak hanya diberlakukan terhadap sektor ekonomi tertentu yang menghasilkan emisi karbon seperti industri ekstraktif atau pertambangan.

Ketiga, pemerintah perlu memperluas barang kena cukai. Saat ini opsi yang tersedia untuk penambahan BKC adalah cukai plastik. Ia menilai perluasan perlu dilakukan untuk minuman yang mengandung pemanis.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Keempat, pemerintah diharapkan memberikan kebijakan pajak khusus pada organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Kebijakan tersebut bisa masuk dalam pokok UU KUP yang baru atau melalui aturan turunan setelahnya.

"Usulan ini bisa dimasukkan dalam RUU KUP, atau pemerintah mengeluarkan aturan pelaksana terkait yang mengatur peraturan perpajakan organisasi keagamaan. Tujuannya, untuk memperjelas ketentuan yang sudah ada dalam UU No.17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan," imbuhnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:45 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

Sah! Misbakhun Terpilih Jadi Ketua Komisi XI DPR 2024-2029

Selasa, 22 Oktober 2024 | 21:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN Mestinya Naik Tahun Depan, Gerindra akan Bahas Bareng Kemenkeu

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN