MAHKAMAH KONSTITUSI

MK Lanjutkan Sidang Uji Materiil UU HKPD, Ahli: Spa Bukan Jasa Hiburan

Muhamad Wildan | Rabu, 24 Juli 2024 | 17:11 WIB
MK Lanjutkan Sidang Uji Materiil UU HKPD, Ahli: Spa Bukan Jasa Hiburan

Suasana sidang uji materiil atas pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) sebesar 40% hingga 75%.

JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan persidangan terkait dengan pengujian materiil atas pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) sebesar 40% hingga 75% khusus atas jasa hiburan di diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa. Ketentuan tersebut tertuang dalam UU HKPD.

Dalam sidang kali ini, MK mendengarkan keterangan dari 3 saksi ahli yang dihadirkan oleh Perhimpunan Pengusaha Husada Tirta Indonesia. Saksi ahli yang dihadirkan antara lain Ketua Bidang Pengembangan Skema Sertifikasi Usaha Pariwisata PKSUPI Mohammad Asyhadi, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Udayana Yohanes Usfunan, dan Guru Besar Ilmu Kebijakan Pajak Universitas Indonesia Haula Rosdiana.

Dalam persidangan, Asyhadi mengatakan spa tidak dapat dikategorikan sebagai usaha hiburan. "UU 1/2022 [tentang HKPD] itu kajian akademis terkait spa dimasukkan hiburan tidak ditemukan dasarnya," ujar Asyhadi, Rabu (24/7/2024).

Baca Juga:
Tarif atas 9 Jenis Pajak Daerah yang Ditetapkan Pemkab Buleleng

Dalam Pasal 1 angka 49 UU HKPD, jasa kesenian dan hiburan didefinisikan sebagai jasa penyediaan atau penyelenggaraan semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, ketangkasan, rekreasi, dan/atau keramaian untuk dinikmati. Faktanya, karakteristik usaha spa tidaklah memenuhi definisi tersebut.

Menurut Asyhadi, usaha spa sesungguhnya adalah perawatan yang memberikan layanan dengan berbagai metode, seperti terapi air, terapi aroma, pijat, layanan makanan/minuman sehat, olah fisik, dan lain-lain dengan tujuan untuk menyeimbangkan jiwa raga.

Dalam sidang yang sama, Haula juga mengatakan pengenaan PBJT sebesar 40% hingga 75% atas spa bertentangan dengan UU Kesehatan. Menurutnya, UU Kesehatan justru menegaskan bahwa spa adalah bagian dari perawatan kesehatan sekaligus warisan budaya.

Baca Juga:
Mitigasi Dampak Opsen, 25 Provinsi Beri Keringanan Pajak Kendaraan

"Secara akademis dilihat dari legal character dari pajak sebetulnya ini ada kontradiksi ketika spa dianggap sebagai hiburan itu menjadi sangat kontradiktif dengan UU Kesehatan," ujar Haula.

Menurut Haula, kebijakan pajak daerah atas spa perlu diselaraskan dengan kebijakan PPN atas jasa kesehatan. Kebijakan pemungutan pajak atas spa perlu dirumuskan secara komprehensif, holistik, dan imparsial sembari mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian.

"Dari naskah akademik yang saya baca, tidak ada argumentasi yang sangat mendasar untuk mengelompokkan spa dengan diskotik dan seterusnya. Spa bukanlah jasa hiburan, spa adalah bagian dari pelayanan kesehatan. Perlakukanlah spa sebagaimana hakikatnya dan berikan legal character yang tepat," ujar Haula.

Baca Juga:
Pemerintah Diusulkan Beri Insentif Pajak untuk Industri Hiburan

Adapun Yohanes mengatakan pengkategorian spa dalam jasa hiburan bersifat diskriminatif dan bertentangan dengan UUD 1945. Tak hanya itu, menurut Yohanes spa bukanlah bagian dari kemewahan, melainkan bagian dari hak asasi manusia.

"Pada Pasal 28H UUD 1945 itu bicara mengenai bagaimana jaminan kesehatan, dan ini [spa] berkaitan dengan persoalan kesehatan dan kehidupan manusia. Spa ini adalah bagian dari kebugaran, bukan untuk mencari hiburan di situ," ujar Yohanes. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

BERITA PILIHAN
Jumat, 24 Januari 2025 | 19:15 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Targetkan Aturan Insentif Fiskal 2025 Rampung Bulan Ini

Jumat, 24 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Beban Pajak Minimum Global Bisa Ditekan dengan SBIE, Apa Itu?

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:30 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Biaya Overhead dari Luar Negeri

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:10 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Dibuka! Batch Terbaru Pelatihan Intensif Transfer Pricing DDTC Academy

Jumat, 24 Januari 2025 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Masyarakat Nonpeserta BPJS Bisa Ikut Pemeriksaan Kesehatan Gratis

Jumat, 24 Januari 2025 | 17:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Pajak Minimum Global Bikin Iklim Investasi Lebih Sehat

Jumat, 24 Januari 2025 | 15:30 WIB PROFIL PERPAJAKAN KONGO

Seputar Aturan Perpajakan Kongo, PPN-nya Pakai Skema Multi-Tarif

Jumat, 24 Januari 2025 | 14:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Hadiri Acara WEF, Trump Tawarkan Tarif Pajak 15 Persen untuk Investor