RUU KUP

METI: Penerimaan Pajak Karbon untuk Pengembangan Energi Terbarukan

Redaksi DDTCNews | Kamis, 09 September 2021 | 09:00 WIB
METI: Penerimaan Pajak Karbon untuk Pengembangan Energi Terbarukan

Petani memikul Kubis yang baru dipanen melintasi instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) PT Geo Dipa Energi kawasan dataran tinggi Dieng, desa Kepakisan, Batur, Banjarnegara, Jateng, Sabtu (14/8/2021). ANTARA FOTO/Anis Efizudin/hp.

JAKARTA, DDTCNews - Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Surya Darma mengatakan desain kebijakan pajak karbon yang diusulkan pemerintah melalui RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) memerlukan administrasi khusus.

Secara umum, ujar Surya, METI mendukung upaya pemerintah menekan emisi karbon melalui kebijakan perpajakan. Namun menurutnya, tujuan pemerintah menekan emisi melalui instrumen pajak perlu dukungan administrasi yang terpisah dari pos penerimaan pajak lainnya.

"Kami dari METI tentu sangat mendukung penerapan pajak karbon ini. Yang lebih penting adalah ada regulasi yang mengatur mekanisme pungutan pajak karbon itu," katanya Rabu (8/9/2021).

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Surya menjelaskan aspek pertama yang perlu diperhatikan adalah tingkat ideal beban pajak saat implementasi tahap awal. Menurutnya, tarif pajak senilai Rp75/kg emisi CO2 sudah cukup realistis. Apalagi tarif pajak tersebut relatif lebih rendah dibandingkan ketentuan di negara lain.

Kemudian hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah administrasi pajak karbon. Dia menyampaikan tujuan pajak ini sejatinya untuk menekan emisi yang dilepaskan ke atmosfer. Tambahan penerimaan pajak ke kas negara merupakan implikasi dari penerapan aturan.

Menurutnya, dana hasil setoran pajak karbon harus didedikasikan pada pengembangan sumber energi baru dan terbarukan. Oleh karena itu, administrasi pajak disarankan dibuat terpisah dari pos penerimaan pajak lainnya yang dikelola DJP. Penerimaan pajak karbon, ujarnya, seharusnya dimanfaatkan untuk pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

"Kami mengusulkan agar pajak karbon itu ditampung dalam rekening dana energi terbarukan, bukan masuk dalam rekening kementerian keuangan sehingga bercampur dengan penerimaan lain yang menyulitkan jika akan digunakan untuk pengembangan energi terbarukan," terangnya.

Surya menambahkan rekomendasi pos penerimaan khusus pajak karbon tidak diatur dalam revisi RUU KUP. Dia menyampaikan opsi tersebut bisa masuk dalam pembahasan RUU Energi Terbarukan sehingga menjadi jaminan hasil pungutan pajak benar-benar didedikasikan untuk pengembangan energi terbarukan dan menekan emisi karbon.

"Hal inilah yang kami usulkan dimasukkan dalam RUU Energi terbarukan sebagai salah satu artikel yang perlu ada dalam UU Energi Terbarukan, agar ada sumber dana yang memadai dalam pengembangan energi terbarukan sekaligus memberikan perlakukan yang sama dengan energi tak terbarukan," imbuhnya. (sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

09 September 2021 | 12:01 WIB

Selain dapat dijadikan sebagai salah satu sumber penerimaan negara, pengenaan pajak karbon diharapkan juga mampu untuk mengendalikan atau mengatasi penggunaan emisi karbon yang berbahaya bagi lingkungan. Usulan yang cukup tepat mengenai alokasi penerimaan pajak karbon untuk pengembangan energi terbarukan.

09 September 2021 | 11:09 WIB

Rencana pemerintah untuk menekan pajak karbon tentu merupakan ide yang baik mengingat hal ini mampu mengurangi penggunaan emisi karbon yang dapat membahayakan banyak pihak

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja