TAJUK

Menggenjot Kapasitas Fiskal Daerah

Redaksi DDTCNews | Kamis, 27 Desember 2018 | 14:29 WIB
Menggenjot Kapasitas Fiskal Daerah

Ilustrasi. (Foto: DDTCNews)

ANGGARAN Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 telah mengalokasikan dana transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp826,8 triliun. Angka ini meningkat 8,3% dari alokasi tahun 2018 yang sebesar Rp763,6 triliun, atau sekitar 33,6% dari total belanja Rp2.461,1 triliun.

Besarnya dana tersebut seharusnya diikuti pengelolaan belanja yang lebih berkualitas, dan juga peningkatan kemandirian fiskal. Inilah yang disinggung Menteri Keuangan Sri Mulyani pada sosialisasi dana transfer ke daerah dan dana desa di Gedung Dhanapala, Senin (10/12/2018).

Menurutnya, masih ada pekerjaan besar bagi daerah dalam pengelolaan anggaran. Kemandirian fiskal daerah juga menjadi perhatian khusus, masih banyak ruang untuk melakukan optimalisasi penerimaan. “Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak daerah belum optimal,” katanya.

Baca Juga:
Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Pemerintah sendiri telah menyusun Peta Kapasitas Fiskal Daerah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 119/PMK.07/2017 yang diperbarui PMK 107/PMK.07/2018. Peta itu menggambarkan kemampuan keuangan daerah berdasar indeks kapasitas fiskal daerah (KFD).

Indeks tersebut memeringkat daerah berdasar kekuatan fiskalnya. Formulanya simpel, yaitu PAD ditambah dengan dana transfer, dikurangi belanja rutin seperti pembayaran gaji, utang, dan seterusnya. Sisa dana dari pengurangan itulah yang jadi indikator ruang fiskal daerah.

Pemerintah lalu membuat 5 kategori berdasarkan formula tersebut. Untuk provinsi, daerah dengan indeks KFD di bawah 0,351 dikategorikan sangat rendah, antara 0,351-0,530 rendah, antara 0,530-0,823 sedang, antara 0,823-1,531 tinggi, dan di atas 1,531 sangat tinggi.

Baca Juga:
Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Sementara itu, untuk kabupaten/ kota juga terdapat 5 kategori. Kabupaten/ kota dengan indeks KFD di bawah 0,548 dikategorikan sangat rendah, antara 0,548-0,770 rendah, antara 0,770-1,137 sedang, antara 1,137-2,021 tinggi, dan di atas 2,021 sangat tinggi.

Dari daftar 2018, dengan 34 provinsi di Indonesia, provinsi dengan kategori tinggi atau sangat tinggi didominasi di Pulau Jawa. Misalnya DKI Jakarta (tertinggi, 9,250), Jawa Barat (3,150), Jawa Timur (3,036), dan Jawa Tengah (2,034). Kategori keempatnya sangat tinggi.

Adapun provinsi dengan kategori rendah atau sangat rendah didominasi provinsi di luar Jawa, khususnya Indonesia Timur. Misalnya Provinsi Gorontalo (terendah se-Indonesia, 0,221), Bangka Belitung (0,228), Sulawesi Barat (0,246), Maluku Utara (0,295), dan Bengkulu (0,300).

Baca Juga:
Anggito: Belum Ada Pembagian Tugas yang Formal Antar Wamenkeu

Kabupaten/ kota dengan kategori tinggi/ sangat tinggi juga didominasi Jawa. Dari 508 kabupaten/ kota, KFD tertinggi diraih Surabaya (8,528), lalu Kota Bandung (6,281), Kab. Bogor (5,148), Kota Semarang (4,681), Kab. Bekasi (4,524) Kota Bekasi (4,349), dan Kab. Kutai Timur (4,116).

Sebaliknya, banyak daerah di Indonesia Timur yang IKF-nya sangat rendah, seperti Konawe Selatan (terendah, 0,030), Bima (0,095), Bone Balango (0,108) dan Kep. Sangihe (0,110). Dari IFK ini terlihat kesenjangan kemakmuran antara wilayah barat dan timur memang masih lebar.

Tonggak kemandirian fiskal daerah sebenarnya sudah dicanangkan sejak berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Terlebih lagi dengan transfer dana daerah yang makin besar setiap tahun, terutama dana desa dan terakhir dana kelurahan.

Karena itu, daerah seharusnya bisa membangun pondasi fiskal secara lebih baik, hingga tidak melulu bergantung pada dana transfer dari pusat. Kreativitas, pengelolaan belanja APBD yang berkualitas, dan administrasi perpajakan yang lebih baik, bisa menjadi kunci. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:30 WIB KABINET MERAH PUTIH

Kembali Dilantik Jadi Menkeu, Begini Pesan Sri Mulyani kepada Jajaran

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:15 WIB KABINET MERAH PUTIH

Anggito: Belum Ada Pembagian Tugas yang Formal Antar Wamenkeu

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja