KEBIJAKAN PAJAK

Menggali Divergensi Sistem Pajak Penghasilan Secara Global

Redaksi DDTCNews | Jumat, 03 Juli 2020 | 17:05 WIB
Menggali Divergensi Sistem Pajak Penghasilan Secara Global

STUDI komparasi merupakan salah satu metodologi yang paling sering digunakan untuk mengkaji penerapan suatu kebijakan perpajakan. Keunggulannya sendiri sangat beragam, yaitu mulai dari memberikan pemahaman yang lebih mumpuni tentang kebijakan pajak domestik hingga dapat mendukung tercapainya suatu keberhasilan reformasi perpajakan.

Tidak tanggung-tanggung, beberapa negara telah disebut-sebut sebagai “rule of thumb” dan sering kali menjadi rujukan berbagai negara dalam aspek hukum perpajakan (Thuronyi, 2003). Keempat negara yang memberikan pengaruh besar terhadap dunia perpajakan tersebut ialah Amerika Serikat, Prancis, Jerman, dan Inggris.

Analisis perbandingan atas penerapan hukum pajak di berbagai negara inilah yang kemudian diangkat dalam buku yang berjudul “Global Perspectives on Income Taxation Law”. Berfokus pada penerapan sistem dan kebijakan PPh di berbagai negara, buku yang diterbitkan pada 2011 ini dibuka dengan ulasan konseptual mengenai “comparative taxation”.

Baca Juga:
Ketentuan Pelaporan PPh Atas Penjualan Saham Berubah, Jadi Lebih Cepat

Ulasan atas pemikiran dua kubu dalam suatu studi perpajakan komparatif, yakni fungsionalis dan kulturalis, menjadi penekanan pada bagian-bagian awal buku yang diterbitkan oleh Cambridge University Press ini. Selain memberikan landasan pemikiran mengenai studi perpajakan komparatif, bahasan bab awal ini juga mencoba untuk menjembatani perspektif kedua kubu tersebut.

Apabila kubu fungsionalis beranggapan bahwa semua permasalahan pada esensinya adalah sama sehingga kebijakan pajak antara satu negara dengan lainnya dapat bersifat saling copy, kubu kulturalis justru menyatakan sebaliknya. Argumentasi ini didasarkan karena hukum dan kebijakan merupakan bagian dari fenomena budaya yang lebih luas dengan nilai, tradisi, dan kepercayaan yang dianut masing-masing negara.

Oleh karena itu, kubu kulturalis menyatakan kebijakan pajak yang semakin homogen merupakan sesuatu yang tidak logis. Mereka juga mempertanyakan esensi atas proses harmonisasi kebijakan yang dilakukan oleh kubu fungsionalis sebagai bentuk penyesuaian atas “transplantasi” suatu produk hukum pajak. “Peperangan” kedua kubu ini kemudian ditutup secara apik melalui bahasan atas tinjauan kritis dan tinjauan ekonomi atas suatu studi perpajakan komparatif.

Baca Juga:
Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Lebih lanjut, buku ini juga mengulas berbagai skema kebijakan pemajakan atas penghasilan di berbagai negara. Bahasannya sendiri sangat beragam. Sebut saja topik mendasar mengenai perbandingan atas jenis-jenis penghasilan kena pajak dan pengurang penghasilan yang ditulis oleh Reuven S. Avi-Yonah.

Selain itu, ada pula topik yang membutuhkan tingkat pemahaman yang lebih komprehensif seperti ulasan mengenai jenis kebijakan pajak internasional untuk mencegah ketiadaan pemajakan (double non-taxation) maupun pemajakan berganda (double taxation) yang ditulis oleh Avi-Yonah dan Sartori.

Menjadikan sistem PPh AS sebagai patokan, studi perbandingan yang dilakukan oleh dalam buku ini kemudian menunjukkan berbagai kontras dan keseragaman antara kebijakan pajak yang diterapkan negara adidaya tersebut dengan negara lainnya. Tak ketinggalan, ada pula analisis perbandingan kebijakan PPh yang dilakukan dengan membandingkan implementasinya antara negara yang menganut civil law dengan common law.

Baca Juga:
Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

Salah satu temuan paling menarik dari analisis yang dilakukan oleh para penulis dengan berbagai latar belakang ini ialah tingkat divergensi sistem PPh di berbagai negara. Dalam konteks PPh OP, mereka menemukan penerapan sistem PPh atas individu di berbagai negara sangat beragam dan berbeda antara satu negara dengan negara lainnya.

Berbeda halnya dengan PPh orang pribadi, sistem PPh badan di berbagai negara justru menunjukkan tren yang semakin konvergen dan mengikuti pola kubu fungsionalis. Hal ini menjadi petunjuk pula bahwa perusahaan cenderung lebih fleksibel untuk bertukar yurisdiksi sebagai wajib pajak. Terlebih, sistem perdagangan telah semakin terglobalisasi sehingga sistem pajak harus mengikuti polanya.

Meskipun perdebatan kedua kubu studi perpajakan komparatif belum bisa memiliki titik temu hingga saat ini, buku ini tampaknya telah mampu memberikan landasan teoritis yang cukup mumpuni untuk menelaah tingkat divergensi atas penerapan sistem perpajakan di berbagai negara.

Perdebatan konseptual yang diikuti studi perbandingan menjadikan buku ini semakin menarik bagi para pemerhati pajak internasional, khususnya pajak penghasilan. Tertarik mengulas perbandingan sistem pemajakan atas penghasilan di seluruh dunia? Silakan berkunjung ke DDTC Library.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 09:12 WIB LITERATUR PAJAK

Gratis! Download 10 Buku Pajak yang Diterbitkan DDTC

Senin, 23 Desember 2024 | 15:45 WIB STATISTIK KEBIJAKAN PAJAK

Pelayanan Kesehatan Medis Bebas PPN Indonesia, Bagaimana di Asean?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra