LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Menggagas Integrasi Pengelolaan Pajak Pusat dan Daerah

Redaksi DDTCNews | Senin, 30 Oktober 2023 | 11:14 WIB
Menggagas Integrasi Pengelolaan Pajak Pusat dan Daerah

Rizky Hadi Rachmanto,
Surakarta, Jawa Tengah

PAJAK merupakan sumber utama penerimaan negara di Indonesia. Berdasarkan pada pihak yang melakukan pemungutan, pajak dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pajak pusat dan pajak daerah.

Pemungutan pajak pusat dilakukan oleh Kementerian Keuangan, melalui Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Sementara pemungutan pajak daerah dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda), baik pemerintah provinsi maupun pemerintah kota/kabupaten.

Sayangnya, dikotomi pengelolaan ini menimbulkan tidak optimalnya pengelolaan penerimaan negara. Pengelolaan pajak pusat dan pajak daerah yang tidak dikelola secara terintegrasi atau terkonsolidasi menyebabkan belum optimalnya realisasi atas potensi penerimaan negara.

Saat ini, DJP dan pemda tengah memulai kerja sama dalam pengelolaan pajak. Penandatangan perjanjian kerja sama (PKS) optimalisasi pemungutan pajak pusat dan daerah pada 22 Agustus 2023 merupakan salah satu langkah yang telah ditempuh.

PKS antara DJP, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), dan pemda itu sudah pada tahap V. PKS telah terjalin dengan 67% pemda di Indonesia. Pertukaran data menjadi salah satu poin penting yang menjadi bagian dari PKS.

Kerja sama pertukaran data tersebut akan membantu DJP dan pemda dalam melakukan tugasnya masing-masing. Data yang dimiliki oleh salah satu pihak akan membantu pihak lain dalam melakukan pemungutan pajak.

Integrasi sistem akan membangun konsolidasi antara pajak pusat dan pajak daerah sehingga penerimaan negara diperoleh secara optimal. Ada beberapa Integrasi yang dapat dilakukan pengelola pajak pusat dan pengelola pajak daerah.

Pertama, penggunaan satu sistem administrasi perpajakan dalam pengelolaan pajak pusat dan pajak daerah. Kedua, penggunaan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). Ketiga, penggunaan billing dalam pembayaran pajak daerah.

Sistem Administrasi Perpajakan

Saat ini, DJP sedang mempersiapkan implementasi pembaruan sistem inti administrasi perpajakan (PSIAP) atau coretax administration system (CTAS). Sistem baru ini akan mengintegrasikan proses bisnis yang ada di DJP. Salah satu yang ditawarkan dalam sistem baru ini adalah terintegrasinya Taxpayer Portal.

Nantinya, melalui sistem baru ini, proses pendaftaran, pembayaran, data saldo pembayaran, penyiapan dan pelaporan SPT, serta layanan dan edukasi perpajakan akan saling terintegrasi. Selain itu, sistem akan mengintegrasikan data dari pihak ketiga, exchange of information, pemeriksaan, keberatan dan banding, serta proses lainnya.

Penggunaan satu sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi oleh pengelola pajak pusat dan pajak daerah akan mampu membentuk konsolidasi lebih efektif dan efisien. CTAS yang saat ini dibangun oleh DJP bisa menjadi salah satu solusi untuk membangun konsolidasi tersebut.

Ke depan, CTAS dapat dikembangkan tidak hanya untuk pengelolaan pajak pusat. DJP dan pemda dapat bekerja sama untuk memanfaatkan CTAS secara bersamaan. Penggunaan bersama ini akan memperkuat CTAS karena berisi data pajak pusat dan pajak daerah.

Penggunaan satu sistem akan mampu membantu masing-masing pengelola pajak mengoptimalkan penerimaannya. Misal, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), makanan yang menjadi objek pajak daerah merupakan barang yang tidak dikenai PPN. Oleh karena itu, makanan yang tidak menjadi objek pajak daerah merupakan objek PPN.

Dengan satu sistem, DJP dan pemda mampu mengetahui pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak (WP). DJP dan pemda mampu melihat dan membandingkan klasifikasi lapangan usaha (KLU), kewajiban pembayaran pajak daerah, dan kewajiban pembayaran PPN WP.

Dengan demikian, DJP dan pemda dapat saling bekerja sama untuk menentukan makanan tersebut merupakan objek pajak daerah atau PPN. Hal ini akan meminimalkan penghindaran pajak serta mengoptimalkan penerimaan negara.

Selain itu, DJP dan pemda dapat menguji apakah jumlah pembayaran pajak yang telah disetorkan sesuai atau belum. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan jumlah pendapatan dalam SPT Tahunan beserta jumlah kewajiban pajak daerah yang sudah disetorkan.

Penggunaan satu sistem juga akan memudahkan dari sisi WP. Hal ini dikarenakan WP hanya perlu membuka satu portal untuk melakukan pemenuhan seluruh hak dan kewajiban perpajakan, baik itu pajak pusat maupun daerah.

NITKU dan Billing

Selanjutnya, NITKU merupakan identitas baru pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) cabang yang akan resmi berlaku pada 1 Januari 2024. NITKU terdiri atas 22 digit yang berisi 16 digit NPWP berserta 6 digit kode unik. NITKU sebagai pengganti NPWP cabang cukup untuk mewakili NPWPD.

Informasi dalam NITKU cukup representatif karena berisi identitas WP pusat beserta identitas cabang. NITKU akan mempermudah administrasi perpajakan pusat dan daerah dengan membakukan NPWPD.

Seluruh NPWPD nantinya akan memiliki standar yang sama sehingga intergasi ke satu sistem administrasi perpajakan pun lebih mudah. NITKU juga akan mempermudah DJP untuk memantau WP yang memiliki cabang di berbagai daerah serta mempermudah administrasi bagi WP.

Kemudian, pembayaran pajak daerah dengan billing perlu diterapkan oleh Pemda. Billing membakukan proses pembayaran pajak pusat dan daerah. Penggunaan billing memberikan kepastian dan kemudahan bagi pemda dan WP.

Penggunaan billing untuk memastikan bahwa pajak yang disetorkan masuk ke rekening pemerintah. Selain itu, billing akan membantu integrasi data pembayaran di satu sistem administrasi perpajakan yang digunakan DJP dan pemda. Dengan demikian, pengawasan pembayaran pajak di berbagai daerah lebih mudah dilakukan.

Integrasi sistem pemerintah pusat dan pemda diperlukan untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Tidak hanya DJP, tetapi seluruh direktorat di Kementrian Keuangan perlu untuk bekerja sama dengan pemda.

Perlu adanya dukungan dan keseriusan dari Kementrian Keuangan untuk terwujudnya integrasi sistem. Adanya integrasi sistem akan membentuk konsolidasi sehingga pengelola pajak pusat dan daerah mampu mengoptimalkan penerimaannya masing-masing.

Integrasi juga akan mempermudah WP dalam menyelesaikan urusan administrasi perpajakan. Dengan demikian, integrasi juga diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan WP. Pada akhirnya, penerimaan pajak pusat dan daerah akan menjadi lebih optimal.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ilham agustomo 02 November 2023 | 07:49 WIB

👍

Taufiq adi nugroho 30 Oktober 2023 | 13:46 WIB

artikel sangat bermanfaat

Sks 30 Oktober 2023 | 13:44 WIB

Semoga perpajakan Indonesia lbih baik kedepannya.

ARTIKEL TERKAIT

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN