TAJUK PAJAK

Menakar Jurus Baru Insentif Properti

Redaksi DDTCNews | Selasa, 02 Juli 2019 | 15:50 WIB
Menakar Jurus Baru Insentif Properti

Ilustrasi. (Foto: indonesia-investments.com)

BULAN Juni lalu adalah bulan insentif untuk sektor properti, terutama segmen atas. Pada bulan itu terbit dua aturan yang memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) final hunian mewah dan kenaikan batas (treshold) harga hunian mewah kena pajak penjualan barang mewah (PPnBM).

Penurunan PPh itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 92/PMK.03/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK 253/PMK.03/2008 tentang Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut PPh dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.

Sedangkan untuk kenaikan treshold-nya ada pada PMK No.86/PMK.010/2019 tentang Perubahan atas PMK No.35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.

Baca Juga:
Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Tarif PPh final hunian mewah turun dari 5% ke 1%. Kategori mewahnya juga naik dari Rp10 miliar dan luas >500 m2 untuk rumah, dan Rp10 miliar dan atau luas >400 m2 untuk apartemen menjadi masing-masing Rp30 miliar dan luas >400 m2 serta Rp30 miliar dan luas >150 m2.

Adapun untuk PPnBM hunian mewah, treshold-nya yang semula Rp10 miliar untuk apartemen, kondominium, town house strata title dan Rp20 miliar untuk rumah dan town house nonstrata title, kini digabungkan sekaligus dinaikkan menjadi Rp30 miliar.

Dua PMK ini adalah janji tahun lalu yang direalisasikan tahun ini. Dengan dua PMK itu pula, sektor properti kelas atas tentu mendapat angin. Apalagi, pemerintah juga telah memperpendek prosedur validasi PPh itu dari 15 hari menjadi 3 hari kerja.

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Di luar itu, ada kenaikan harga rumah bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalui PMK Nomor 81/PMK.010/2019 tentang Batasan Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Perumahan Lainnya, yang atas Penyerahannya Dibebaskan dari Pengenaan PPN.

Kementerian Keuangan mengklaim berbagai insentif ini tidak akan menggerus penerimaan negara secara signifikan. Belanja pajaknya yang dihitung sekitar Rp208 miliar tentu tidak akan membuat jebol penerimaan. Pilihan kebijakan itu lebih pada stimulus untuk sektor properti.

Kami mencatat, stimulus untuk sektor properti sudah dimulai sejak 2015 ketika muncul Program Nasional 1 Juta Rumah. Stimulus itu diberikan karena sektor properti terus berada dalam tekanan. Pertumbuhannya minim, melaju terus di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca Juga:
Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

Stimulus tersebut berlanjut dengan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah. PP ini menyederhanakan aturan dan mempercepat perizinan mendirikan rumah bagi masyarakat bawah.

Pada tahun yang sama, pemerintah merilis PP Nomor 34 Tahun 2016 yang mengatur tarif baru PPh final atas pengalihan hak atas tanah dan bangunan. Tarif PPh final turun dari 5% ke 2,5%. Dari sisi perbankan, Bank Indonesia juga melonggarkan ketentuan uang muka kredit rumah.

Namun, semua insentif itu ternyata tidak cukup menggairahkan sektor properti. Kontribusi sektor real estate terhadap produk domestik bruto, yang pada 2014 mencapai 5,01% hingga kini terus menurun secara konsisten. Tahun lalu tinggal 3,58%, setelah sebelumnya di bawah 3%.

Baca Juga:
Cek Update Aturan Insentif PPN Rumah Tapak dan Rusun DTP di DDTC ITM

Situasi ini terang mencerminkan melemahnya permintaan. Pada segmen properti atas misalnya, terlihat sudah ada kenaikan pasokan, tetapi penyerapannya juga menurun. Di sisi lain, bank juga masih berhati-hati menyalurkan kredit.

Harus diakui, ini adalah dampak dari situasi instabilitas makroekonomi yang penuh ketidakpastian. Itu berarti, ada persoalan yang lebih besar ketimbang berbagai insentif untuk sektor properti ini. Lalu, apakah insentif ini akan berhasil? Waktu yang akan menjawab. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:00 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Konsumsi Kelas Menengah Stabil, Ekonomi Diprediksi Tumbuh di Atas 5%

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Kamis, 17 Oktober 2024 | 09:05 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tersisa 2 Bulan untuk Manfaatkan PPN Rumah 100% Ditanggung Pemerintah

Rabu, 16 Oktober 2024 | 14:20 WIB LITERATUR PAJAK

Cek Update Aturan Insentif PPN Rumah Tapak dan Rusun DTP di DDTC ITM

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja