Profesional DDTC berfoto di Kantor Inland Revenue Authority of Singapore.
INTELLECTUAL property (IP) merupakan penggerak nilai (value driver) yang penting bagi perusahaan. Untuk beberapa perusahaan multinasional, IP bisa menjadi value driver yang utama bagi keberlangsungan bisnisnya. Apalagi, pembangunan sebuah IP tidak murah dan memiliki risiko tinggi.
Risiko yang dihadapi perusahaan dapat berupa lamanya pembangunan IP yang berdampak pada arus kas perusahaan. Selain itu, risiko juga bisa berupa kegagalan pembangunan IP karena pasar yang telah berubah. Salah satu skema yang digunakan untuk mengurangi risiko tersebut adalah dengan cost sharing arrangements atau cost contribution arrangements (CCA).
Diskusi mengenai CCA ini juga menjadi salah satu materi yang dikupas dalam WU—TA Advanced Transfer Pricing Programme pada tanggal 30 September – 3 Oktober 2019 di Singapura. Penulis, Specialist of Transfer Pricing Services DDTC Nesia Ratna Sari Dewi, menjadi salah satu profesional DDTC yang mengikuti program tersebut.
CCA merupakan mekanisme yang digunakan perusahaan untuk berbagi kontribusi dan risiko dalam membangun, memproduksi, atau memperoleh harta tidak berwujud seperti IP, harta berwujud, atau jasa. Harta tidak berwujud, harta berwujud, atau jasa tersebut diharapkan mampu menciptakan manfaat untuk masing—masing peserta CCA (OECD, 2017).
Dalam penerapannya, entitas yang melakukan CCA akan mengadakan perjanjian terkait dengan pendanaan terhadap kegiatan yang akan dilakukan. Prinsip-prinsip penetapan harga transfer OECD memperjelas bahwa kontribusi yang dibuat oleh masing-masing pihak dalam CCA harus sebanding dengan manfaat yang diharapkan akan diterima.
Memasuki era pasca-BEPS, cara mengevaluasi kontribusi yang dibuat oleh masing-masing pihak dalam CCA telah berubah. Pasca-BEPS, kepemilikan IP merupakan kepentingan yang terbatas. Pemberian modal tanpa melakukan fungsi yang nyata harus mendapatkan pengembalian yang terbatas. Sementara, entitas yang melakukan fungsi pengembangan sekarang harus menerima sebagian besar pengembalian terkait pengembangan IP yang telah dilakukan.
Dalam CCA pra-BEPS mungkin telah ditentukan bahwa semua peserta memiliki IP secara proporsional sehingga kontribusi pendanaan mereka sesuai dengan manfaat yang diharapkan dari IP yang dikembangkan.
Namun, struktur tersebut mungkin tidak mencerminkan perlakuan pasca-BEPS yang tepat untuk pihak yang berkontribusi terhadap penambahan nilai. Hal ini berarti bahwa beberapa CCA mungkin tidak relevan lagi. Masalah ini juga merupakan sesuatu yang harus diperhatikan oleh otoritas pajak.
Sejumlah langkah yang dapat dilakukan terkait update CCA yaitu melakukan evaluasi terhadap kontribusi subjek IP pada CCA dengan value driver lain dalam value chain. Selain itu, perlu pemahaman mengenai development, enhancement, maintenance, protection, dan exploitation (DEMPE) dan kontribusi fungsional lainnya.
Langkah lain yang bisa dijalankan adalah mengevaluasi sebagian dari manfaat IP secara keseluruhan yang akan diberikan untuk setiap kegiatan dan membandingkan dengan manfaat CCA yang diterima per entitas.
Faktor penting lainnya adalah apakah fungsi-fungsi utama terpusat di satu tempat atau tersebar luas di perusahaan multinasional. Hal ini berdampak pada risiko yang dilihat di berbagai negara dan kompleksitas dalam pengelolaan dan penerapan CCA. Hal tersebut dikarenakan dalam meninjau CCA, seharusnya tidak hanya tentang mengelola risiko.
CCA dalam bentuk lama menjadi risiko pajak bagi banyak perusahaan multinasional. Dengan mengabaikan hal ini kemungkinan akan berdampak berat di akhir. Namun, bagi perusahaan-perusahaan yang secara proaktif mengatasi masalah tersebut, solusinya dapat ditemukan dengan menempatkan cost sharing yang tepat untuk masa depan. *
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.