Iustrasi (shutterstock.com)
BAGI orang-orang yang begelut di dunia investasi, istilah capital gains atau keuntungan modal pasti sudah tidak asing lagi di telinga. Capital gains secara umum dapat diartikan sebagai keuntungan yang diperoleh dari penjualan aset modal (investasi atau real estate) di mana harga jual melebihi harga pembelian investasi.
Berbagai negara di dunia ada yang mengenakan pajak atas capital gains, atau yang lebih dikenal dengan capital gains tax dengan mengenakan pajak atas keuntungan nilai aset setiap periode tertentu, meskipun aset tersebut tidak dijual. Namun ada pula negara yang tidak menerapkan konsep tersebut.
Misalnya, di Indonesia, kenaikan nilai aset baru dipajaki apabila aset tersebut dialihkan dan pengenaannya bersifat final, serta dikenakan atas nilai akhirnya saja, tidak dihitung berdasarkan selisih nilai perolehan aset dan nilai jualnya. Sistem tersebut berbeda dengan konsep capital gains tax yang diterapkan di berbagai negara. Untuk itu, sangat penting untuk memahami terminologi capital gains itu sendiri.
Konsep Capital Gains sebagai Penghasilan
Terminologi capital gains hanya ditemukan satu kali saja dalam OECD Model dan UN Model, yaitu dalam judul Pasal 13. Terminologi capital gains juga tidak digunakan dalam ayat-ayat yang terdapat dalam Pasal 13 OECD Model dan UN Model.
Adapun terminologi yang digunakan dalam ayat-ayat dari Pasal 13 OECD Model dan UN Model adalah gains dari pengalihan harta. Lebih lanjut, terminologi capital gains juga tidak didefinisikan dalam OECD Commentary dan UN Commentary (Li & Avella, 2014).
Pada dasarnya, permasalahan definisi capital gains tidak dapat dilepaskan dari konsep penghasilan dan hubungan antara pemajakan atas penghasilan (taxation of income) dan pemajakan atas modal (taxation of capital). Hubungan antara konsep penghasilan dan capital gains dapat ditelusuri pada perkembangan konsep penghasilan di akhir abad 19 (Lang, 2005).
Ketika itu, terdapat dua kategori utama konsep penghasilan. Pertama, teori Schanz-Haig-Simon yang mengartikan penghasilan sebagai ‘the net accretion of one’s economic power between two points of time’. Dalam pendekatan ini, capital gains akan diperlakukan sebagai penghasilan normal (ordinary income).
Kedua, source theories, di mana penghasilan diperlakukan layaknya ‘buah’ dari suatu ‘pohon’ (income as fruits of capital assets). Perlu diperhatikan, penghasilan dalam source theories ini hanya mencakup penghasilan yang berasal dari suatu sumber dan tidaktermasuk keuntungan dari penjualan sumber itu sendiri. Karena itu, penghasilan yang diperoleh dari penjualan ‘buah’ dikenakan pajak, tetapi capital gain yang berasal dari penjualan ‘pohon’ tidak dikenakan pajak (income and tree doctrine).
Dua pendekatan yang berbeda ini menimbulkan perbedaan definisi penghasilan (income) dan keuntungan (gains) serta cara pemajakannya di berbagai negara. Perbedaan konsep income dan gains serta cara pemajakan atas capital gains di berbagai negara menyebabkan tidak adanya konsensus internasional mengenai definisi capital gains. Tidak adanya konsensus internasional mengenai definisi capital gains juga dipengaruhi oleh perbedaan di berbagai negara terkait definisi capital assets dan perbedaan sistem pajak penghasilan antara global system dan schedular system.
Menurut Simontacchi (2017), definisi capital gains dalam P3B bergantung pada definisi penghasilan dalam ketentuan domestik negara pihak dalam P3B dan sistem pajak yang dipilih oleh negara tersebut untuk memajaki capital gains. Selain itu, sebagaimana dijelaskan dalam Paragraf 1 OECD Commentary atas Pasal 13, perbedaan perlakuan pajak atas capital gains di beberapa negara anggota OECD juga menyebabkan OECD Model tidak mengatur definisi capital gains.
Di beberapa negara, capital gains tidak dianggap sebagai ordinary income. Sementara itu, di negara lainnya, capital gains yang diperoleh suatu badan usaha dikenakan pajak, sementara capital gains yang diperoleh orang pribadi di luar aktivitasnya melakukan usaha tidak dikenakan pajak (OECD, 2006). Perbedaan definisi dan perlakuan pajak atas capital gains di berbagai negara inimenyebabkan OECD dan UN tidak mengatur definisi capital gains, baik dalam model P3B maupun Commentary-nya.
Apabila melihat struktur OECD Model dan UN Model, pasal pemajakan atas capital gains termasuk dalam pasal substantif pemajakan atas penghasilan maka dapat dikatakan bahwa OECD Model dan UN Model menganggap pemajakan atas capital gainstermasuk dalam kategori pemajakan atas penghasilan, bukan termasuk pemajakan atas modal.
OECD Model dan UN Model juga tidak mengatur secara spesifik bagaimana cara menghitung gains, apakah berbasis netto ataugross. Ketentuan perhitungan gains dikembalikan kepada ketentuan domestik. Namun, Paragraf 12 OECD Commentary atas Pasal 13 menyarankan agar basis pemajakan atas gains adalah netto, yaitu dengan cara mengurangkan biaya dari harga penjualan.*
* Penjelasan secara komprehensif mengenai capital gains dapat dibaca dalam buku 'Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda: Panduan, Interpretasi, dan Aplikasi' terbitan DDTC, 2017.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.