KAMUS PAJAK

Memahami Arti DPP Nilai Lain

Redaksi DDTCNews | Kamis, 18 Juli 2019 | 15:57 WIB
Memahami Arti DPP Nilai Lain

Ilustrasi.

SISTEM pajak pertambahan nilai (PPN) di Indonesia menganut tarif tunggal sebesar 10% atas dasar pengenaan pajak (DPP). Umumnya, DPP dalam PPN merujuk pada harga jual, penggantian, nilai impor dan nilai ekspor. Nilai tersebut adalah nilai sebenarnya atau nilai yang seharusnya.

Dalam praktiknya, terdapat pula istilah tarif efektif. Istilah ini mengacu pada besaran tarif PPN umum sebesar 10% dengan dasar pengenaan pajak (DPP) yang tidak atau kurang dari 100%. Artinya, perhitungan DPP tersebut tidak berdasarkan nilai sebenarnya yang disebut dengan nilai lain atau disingkat DPP nilai lain.

Secara umum, DPP nilai lain diatur dalam Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang PPN. Ketentuan lebih detailnya kemudian ditetapkan melaui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan ditujukan untuk transaksi atau penyerahan tertentu. PMK yang dimaksud antara lain PMK No. 121/PMK.03/2015 tentang Perubahan Ketiga atas PMK No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak.

Sebagai contoh tarif PPN rokok sebesar 9,1% atas DPP nilai lain yang diatur tersendiri dalam PMK No. 207/PMK.10/2016. Tarif efektif ini pada dasarnya dhitung dari 10% dikali DPP sebesar 91%. Adapun DPP nilai lain rokok adalah harga jual eceran (HJE).

Terdapat beberapa kali perubahan mengenai apa saja jenis transaksi yang menggunakan DPP nilai lain sejak terbitnya PMK 75/2010 hingga PMK 121/2015. Dalam peraturan terakhir, PMK 121/2015,  ada 11 jenis DPP nilai lain yang digunakan dalam perhitungan PPN sebagaimana tercantum dalam tabel berikut.

 

Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan

Dalam PMK No.56/PMK.03/2015 yang merupakan perubahan kedua dari PMK No.75/PMK.03/2010, terdapat transaksi dengan DPP nilai lain yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan, yaitu terkait:

  • penyerahan jasa pengiriman paket yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengiriman paket;
  • penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa penjualan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang tidak didasari oleh perjanjian jasa perantara penjualan yang dilakukan oleh pengusaha jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata; dan
  • penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi.

Ilustrasi Penghitungan PPN dengan DPP Nilai Lain

Sebagai contoh, berdasarkan ketentuan yang telah disebutkan, jasa atas pengiriman paket dikenakan PPN dengan tarif efektif 1%  dan pajak masukan yang berhubungan dengan penyerahan jasa tersebut tidak dapat dikreditkan oleh PKP penjual.

Berbeda dari jenis jasa lainnya yang menggunakan DPP yang berlaku umum, yaitu 100% dari nilai tagihan. DPP jasa pengiriman paket menggunakan niai lain sebesar 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih.

Contoh kasus: 

CV Maju Ekspress, sebuah perusahaan jasa pengiriman paket yang berlokasi di Jakarta, mendapat order pengiriman barang dari Jakarta menuju ke Surabaya dengan biaya pengiriman Rp3.500.000 dari PT Merdeka. PPN yang terutang atas transaksi ini adalah: 1% x Rp3.500.000 = Rp35.000.

Mengingat PPN yang terutang adalah 1%, maka jumlah uang yang harus dibayar PT Merdeka kepada CV Maju Ekspress adalah: Rp3.500.000 + Rp35.000 = Rp3.535.000. Adapun atas pajak masukan tersebut dapat dikreditkan oleh PT Merdeka.

Namun demikian, perlu dicatat bahwa pajak masukan yang berhubungan dengan kegiatan usaha CV Maju Express tidak dapat dikreditkan.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 29 Januari 2025 | 12:30 WIB KAMUS BEA CUKAI

Apa Itu Auditee dalam Audit Kepabeanan dan Cukai?

Selasa, 28 Januari 2025 | 13:30 WIB KAMUS BEA CUKAI

Apa Itu Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai?

Minggu, 26 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Soal DPP Nilai Lain atas Jasa Penyediaan Tenaga Kerja, Ini Kata DJP

Kamis, 23 Januari 2025 | 12:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

DJP: Coretax Belum Bisa Hitung PPN dengan DPP 11/12 secara Otomatis

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 09:35 WIB KOTA BATAM

Begini Strategi Pemkot Optimalkan Pajak Reklame pada Tahun Ini

Minggu, 02 Februari 2025 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Siapa Saja Sih, yang Bisa Ditunjuk Jadi PIC di Coretax? Ini Jawabnya

Minggu, 02 Februari 2025 | 08:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Resmi Mulai Kenakan Bea Masuk Atas Barang Kanada, Meksiko, China

Minggu, 02 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Diskon Tiket Pesawat Ada Lagi Saat Lebaran, Upaya Kendalikan Inflasi

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga