PADA Februari 2020, Tax Foundation merilis “Sources of Government Revenue in the OECD, 2020” yang juga memuat informasi mengenai sumber penerimaan negara di berbagai wilayah atau grup.
Wilayah-wilayah atau grup yang dimaksud terdiri dari Asia, Afrika, Eropa, Oseania, Amerika Selatan, Amerika Utara, dan negara-negara OECD. Sumber penerimaan terdiri dari jenis pajak berbasis individu, badan, konsumsi, jaminan sosial, properti, serta basis lainnya.
Jenis pajak berbasis konsumsi terdiri atas pajak-pajak yang dikenakan atas barang dan jasa. Contoh pajak konsumsi dalam rilis tersebut mencakup cukai (excise), pajak pertambahan nilai (value added tax), dan pajak penjualan ritel (retail sales tax).
Di samping itu, jenis pajak berbasis jaminan sosial (social insurance tax) merupakan pajak atas gaji karyawan untuk mendanai program-program pemerintah seperti jaminan terhadap pengangguran, kesehatan, dan masa tua.
Lebih lanjut, jenis pajak berbasis individu mencakup pajak penghasilan (PPh) atas gaji, dividen, kenaikan nilai suatu aset (capital gains), bunga, serta pendapatan usaha (business income). Di sisi lain, jenis pajak berbasis badan merupakan pajak langsung terhadap laba perusahaan.
Terakhir, jenis pajak berbasis properti melibatkan aset yang dimiliki oleh individu atau perusahaan dan juga mencakup pajak atas hibah (gift tax), warisan (inheritance tax), serta pajak harta kekayaan (net wealth tax).
Tabel berikut memperlihatkan kontribusi sumber penerimaan perpajakan berdasarkan jenis dari masing-masing kawasan maupun grup. Kawasan Afrika, Asia, Eropa, dan Oseania masing-masing berjumlah 26, 9, 27, dan 9 negara.
Di sisi lain, Amerika Utara dan Amerika Selatan masing-masing berjumlah 16 dan 10 negara. Sementara negara-negara OECD berjumlah 36 negara.
Tabel tersebut memperlihatkan baik negara-negara OECD maupun negara-negara kawasan Eropa dan Oseania memiliki kontribusi jenis pajak berbasis individu terbesar, yakni berada di atas 20%. Untuk jenis pajak berbasis badan, hanya negara-negara di Asia yang memiliki proporsi di atas 20%.
Jenis pajak berbasis konsumsi mendominasi negara-negara Oseania, yakni mencapai hampir 60%. Negara-negara OECD dan Eropa memiliki rata-rata proporsi jenis pajak berbasis jaminan sosial di atas 20%. Untuk jenis pajak berbasis properti, rata-rata kontribusinya di semua kawasan tersebut masih relatif kecil, yakni kurang dari 10%.
Menariknya, negara-negara Oseania tidak bergantung pada pajak berbasis jaminan sosial ataupun pajak berbasis properti. Namun, negara-negara di kawasan ini sangat bergantung pada penerimaan jenis pajak berbasis konsumsi. Sementara itu, negara-negara Eropa sangat bergantung pada jenis pajak berbasis jaminan sosial dan secara umum sangat ramah terhadap perusahaan-perusahaan yang berinvestasi di kawasan tersebut.
Negara-negara Afrika juga merupakan negara yang sangat bergantung pada jenis pajak berbasis konsumsi. Di samping itu, kontribusi dari jenis-jenis pajak lain di kawasan ini sangatlah minim, yakni kurang dari 20%. Untuk jenis pajak berbasis individu, rata-rata kontribusinya di kawasan Amerika selatan sangatlah minim, yakni kurang dari 10%.
Statistik dari rata-rata kontribusi jenis pajak per kawasan atau grup dari tabel tersebut menunjukkan prioritas pengenaan pajak di masing-masing kawasan atau grup. Untuk jenis pajak berbasis jaminan sosial, negara-negara yang memprioritaskan jenis pajak ini umumnya berada di negara-negara maju yang memang kehidupan kelas menengahnya sudah cukup sejahtera.
Dari tabel tersebut, tampaknya banyak negara yang lebih memprioritaskan iklim investasi di negaranya ataupun mempertahankan kaum berpenghasilan tinggi di negaranya masing-masing. Hal ini terlihat dari rendahnya kontribusi sumber penerimaan dari jenis pajak berbasis badan maupun properti.
Dengan demikian, banyaknya kaum berpenghasilan tinggi tersebut tentu diharapkan juga dapat berdampak pada penerimaan jenis-jenis pajak yang lain.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.