AFRIKA SELATAN

Masih Kompleks, Proposal OECD Soal Pajak Digital Diminta Direvisi

Muhamad Wildan | Senin, 17 Mei 2021 | 10:50 WIB
Masih Kompleks, Proposal OECD Soal Pajak Digital Diminta Direvisi

Ilustrasi.

PRETORIA, DDTCNews – African Tax Administration Forum (ATAF) meminta Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk merevisi proposal Pillar 1: Unified Approach.

Executive Secretary ATAF Logan Wort mengatakan skema yang tertuang pada proposal Pillar 1 terlalu kompleks dan tak menghasilkan tambahan penerimaan pajak yang cukup besar bagi yurisdiksi pasar.

"Pillar 1 tidak terlalu membantu mengatasi masalah ketimpangan alokasi hak pemajakan. Kami dan anggota kami mengajukan proposal baru kepada Inclusive Framework untuk mengatasi masalah ini," katanya dalam keterangan resmi, Senin (17/5/2021).

Baca Juga:
Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Menurut Wort, proposal Pillar 1 amat kompleks untuk diterapkan dan menghasilkan realokasi hak pemajakan yang kecil bagi yurisdiksi pasar. Tak ayal, ia menganggap proposal tersebut belum cukup adil.

" Amount A pada Pillar 1 hanya mengalokasikan sebagian residual profit kepada yurisdiksi pasar, tetapi tidak ada routine profit yang dialokasikan kepada yurisdiksi pasar. Ini belum cukup adil," tuturnya.

Untuk menambah penghasilan yang bisa dipajaki yurisdiksi pasar, ATAF mengusulkan penambahan satu klausul baru pada proposal Pillar 1 yaitu Amount D atau realokasi hak pemajakan atas laba yang dihitung berdasarkan total laba, bukan residual profitg .

Baca Juga:
Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

Guna menyederhanakan proposal Pillar 1, ATAF juga mengusulkan cakupan Pillar 1 diperluas dan tidak hanya dibatasi pada automated digital services (ADS) dan consumer-facing business (CFB).

Revisi tersebut dipandang akan menghasilkan dua manfaat yakni mengurangi kompleksitas dalam menentukan laba yang tercakup serta menciptakan level playing field antara bisnis yang memiliki kehadiran fisik dan yang tidak memiliki kehadiran fisik. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 10:51 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bangun Sistem Pajak Berkeadilan, Civil Society Perlu Pahami Isu Pajak

Rabu, 29 Januari 2025 | 11:30 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Ingin Kenakan Bea Masuk 100 Persen atas Impor Semikonduktor

BERITA PILIHAN
Kamis, 30 Januari 2025 | 18:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Ajukan Pembebasan PBB-P2 bagi Pensiunan PNS di DKI Jakarta

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

Kamis, 30 Januari 2025 | 16:00 WIB PROVINSI JAWA BARAT

Dedi Mulyadi Ingin Pakai 100% Pajak Kendaraan untuk Pembangunan Jalan

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:11 WIB KONSULTASI CORETAX

Istri Pilih ‘Hanya Registrasi’ di Coretax, Perlu Lapor SPT Sendiri?

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Kamis, 30 Januari 2025 | 14:30 WIB PERATURAN PAJAK

Ketentuan Terbaru Soal Penghapusan Piutang Pajak, Dowload di Sini!

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:55 WIB PENG-1/PJ/2025

DJP Perbarui Daftar Negara Tujuan Pertukaran Data Keuangan Otomatis

Kamis, 30 Januari 2025 | 13:45 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Sri Mulyani Harap Makan Bergizi Gratis Beri Dampak Besar ke Ekonomi